Cahaya Dari Anak Seorang Imigran
Oleh: Mansyur Alkatiri
Zinedine Zidane semakin dipuja di Perancis. Ia pahlawan kemenangan Les Blues
“Zizou calon presiden,” demikian antara lain teriak para pendukung kesebelasan Perancis yang memenuhi alun-alun Champs Elysees, Paris. Zizou adalah nama panggilan bagi Zinedine Zidane, kunci kemenangan Perancis atas Brasil di final Piala Dunia, 12 Juli lalu. Satu juta orang memenuhi lapangan utama Paris itu guna menyambut para pahlawan yang baru mempersembahkan Piala Dunia bagi negaranya.
Ucapan pendukung fanatik Zinedine Zidane itu mungkin berlebihan. Tapi itu juga menggambarkan betapa besar kecintaan publik Perancis pada anak imigran asal Aljazair itu. Di monumen utama Perancis, Arc de Triomphe, nama Zizou juga ditulis dengan sinar laser. “Merci Zizou (Terima kasih Zizou),” begitu bunyinya. “Dia membawa cahaya. Kamu tahu dia akan memilikinya,” puji pelatih Aime Jacquet.
Zinedine Zidane pantas meraih pujian seperti itu. Dua gol hasil sundulan kepalanya di babak pertama, menjadi kunci Tim Ayam Jantan merontokkan Juara Dunia 4 kali, Brasil. Dan Perancis untuk pertama kalinya meraih gelar Juara Dunia. Ronaldo dkk dibuat malu. Gol matang Zizou menghancurkan moril Pasukan Samba, hingga menyerah telak 0-3.
Pujian bagi Zidane diatas mungkin pula ditujukan untuk menohok pemimpin partai ekstrem kanan Front Nasional, Jean Marie Lepen, yang anti imigran. “Prancis juara dunia, Le Pen kalah,” tukas Iticham Elmardhi, pemuda keturunan Afrika Utara. Zidane memaksa Le Pen untuk mengakui, bahwa kehormatan bangsa Perancis terangkat berkat anak seorang imigran.
Nahkoda
Yazid Zinedine Zidane -begitulah nama yang diberikan ayahnya- lahir 23 Juni 1972 di La Castellane, salah satu kantong pemukiman imigran di kota Marseille. Anak pasangan Ismail dan Malika ini punya empat saudara: Jamal, Farid, Nuruddin dan Laila.
Bersama anak-anak sebayanya, Zidane dan Farid suka bermain sepakbola di tanah lapang dekat apartemen mereka. “Diantara kami, Zidane paling pintar bermain bola. Jika ia menguasai bola, hampir tak mungkin kami merebut dari kakinya. Tekniknya luar biasa,” puji Malik, teman kecil Zidane.
Di usia 8 tahun, Zidane dimasukkan ke klub Saint Henri, lalu Pupilles. Disana ia belajar teknik mengolah bola secara khusus. Para pemburu bakat mencium tanda-tanda masa depan dalam diri bocah pendiam ini. Suatu hari, pemandu dari klub Cannes mendatangi ayah Zidane. Dengan mengucap “Assalamu’alaikum” mereka minta pada Ismail untuk membawa Zidane. Terharu oleh pengertian mereka pada agamanya, Ismail mengizinkan. “Tapi biarkan ia tetap beribadah secara Islam,” pesan Ismail.
Zidane tampil cemerlang dalam debutnya di kompetisi Liga Remaja pada 1989, melawan Nantes. “Caranya membawa bola mirip Platini,” puji Guy Lacombe, pelatihnya. “Ia tahu kemana mengarahkan si kulit bundar.” Tiga tahun di Cannes, Zidane lantas pindah ke klub Bordeaux.
Pada 1994, ia terpilih sebagai Pemain Muda Terbaik Perancis. Pelatih tim nasional Aime Jacquet kesengsem dibuatnya. Ia pun menarik Zidane ke tim nasional. Debutnya sangat indah. Sebagai pemain cadangan, dan hanya bermain 17 menit, Zidane mampu mencetak dua gol, hingga Perancis bisa menahan imbang Rep. Ceko 2-2.
Seusai pertandingan, Michel Platini mendatanginya di kamar ganti pemain. “Sekarang saya rela mewariskan kaus bernomor punggung 10 kepada Zidane,” kata mantan kapten tim Perancis itu. Setahun kemudian Zizou membawa Bordeaux runner up Piala UEFA 1995/1996. Lalu terpilih menjadi Pemain Terbaik Perancis 1996. Sayang, ia justru tampil buruk saat membela Perancis di Piala Eropa tahun itu.
Tapi penampilannya di Inggris tak mengubah niat klub Juventus, untuk merekrut Zidane. Di klub barunya, Zidane mengambil alih posisi Platini: dibelakang duet penyerang. Dan dia sukses membawa Tim Zebra meraih Piala Super Eropa dan Piala Toyota 1996, Liga Italia dua musim terakhir, dan finalis Liga Champions Eropa 1997 dan 98.
Di tim nasional, Si Jenius ini menjadi anak emas Aime Jacquet. Pelatih ini bahkan merasa tak perlu memanggil si brilian Eric Cantona ataupun David Ginola. Sebab ia tak mau ada dua nahkoda dalam kapalnya. “Terus terang, saya membentuk tim ini dengan Zidane sebagai pusat. Kalau dia absen, saya terpaksa merombak tim,” aku Jacquet.
Piawai membaca permainan, dan didukung teknik aduhai, membuat Zidane dipercaya sebagai playmaker. “Saat tak tahu lagi mau diapakan bola di kaki kami, oper saja kepadanya. Dan Zizou akan menemukan solusi yang terbaik,” kata Emmanuel Petit, gelandang elegan Perancis asal klub Arsenal.
Hari-hari mendatang, orang akan mengenal Zidane sebagai pemain terbesar dalam sejarah sepakbola Perancis. Ia lebih besar dibanding Raymond Kopa ataupun Michel Platini. Dua pemain legendaris itu tak mampu membawa Tim Ayam Jantan sebagai Juara Dunia. Sedang Zidane, si Anak imigran itu, mampu melakukannya.
[…] BACA JUGA: Shkodran Mustafi, Muslim Albania di Timnas Jerman Ahmad Surkati: Sang Reformis, Sang Pejuang Zinedine Zidane […]