Oleh MANSYUR ALKATIRI

Majalah UMMAT Tahun II No. 02, 22 Juli 1996 / 6 Rabiul Awal 1417 H

ERBAKAN DAN ATATURK. Selamat tinggal!

Berbagi kuasa dengan Ciller, Partai Refah akhirnya memerintah Turki

Pertahanan kaum Sekular Turki akhirnya jebol. Mereka tak mampu lagi menahan tampilnya golongan Islam di tampuk kekuasaan. Setelah menunggu enam bulan, Necmettin Erbakan dari Partai Refah (Partai Kesejahteraan) yang beraliran Islam berhasil menjadi perdana menteri Turki. Jum’at lalu (28/6), Refah dan Partai Jalan Sejati (DYP) pimpinan mantan PM Tansu Ciller, bersepakat membentuk pemerintahan koalisi.

Koalisi unik Islam dan Sekular dimungkinkan oleh makin realistisnya kedua kubu. Kelompok Sekular sadar, kekuatan Islam yang tengah berkembang pesat bisa makin membahayakan posisi mereka bila tidak diakomodasi dalam sitem yang ada. Hasil pemilu sela awal Juni lalu  yang dimenangkan Refah dengan perolehan 33 persen, –dibanding 21,32 persen dalam pemilu Desember 1995– menunjukkan kian meningkatnya popularitas partai Islam yang terkenal bersih itu.

“Persatuan ini amat penting bagi kehidupan Turki,” tulis komentator politik, Guneri Civaoglu, dalam harian Milliyet yang dikenal anti kelompok Islam. “Jalan lainnya hanya akan membawa kelompok sekular dan aktifis Islam ke arah konflik internal yang berbahaya,” tambahnya.

Kubu Refah juga makin realistis. Mereka rela membayar mahal harga untuk bisa memerintah. Soalnya, kubu sekular dan militer hanya mengijinkan Refah berkuasa bila tak mengancam sekularisme dan sikap pro-Barat Turki. “Para jendral takkan menentang Refah sepanjang partai ini bisa dibelenggu oleh partner koalisinya,” tulis Mehmet Ali Berand, kolumnis ahli dalam masalah militer Turki, dalam harian Sabah.

Kursi PM akan dijabat bergiliran selama 4 tahun masa pemerintahan. Erbakan menjabatnya sampai 1998 dan Tansu Ciller akan meneruskan dua tahun sisanya. Harga mahal yang dibayar Refah adalah diserahkannya 4 kementerian kunci pada DYP: Menteri Luar Negeri, yang dijabat Ciller, Kementerian Dalam Negeri, Pertahanan dan Pendidikan.

Refah antara lain mendapat kursi Menteri Kebudayaan, Perburuhan, dan Pekerjaan Umum, serta Menteri Keuangan. Mereka punya kesempatan besar menciptakan jaringan patronage dan membangun basis politik yang kuat. Dengan menguasai Kementerian Kebudayaan, Refah bisa membentuk persepsi rakyat: apa artinya menjadi orang Turki (Ke-Turkian). Refah juga akan memegang Kementerian Lingkungan dan Energi, yang mengawasi kontrak-kontrak oleh perusahaan minyak Barat.

PM Erbakan juga tak lagi menyebut-nyebut rencana radikal partainya. Kebijakan luar negerinya lebih pro-Barat, apalagi pos itu dipegang Ciller. Erbakan juga berniat melanjutkan kebijakan pasar bebas dan mempercepat swastanisasi. 

Namun koalisi Refah-DYP tak menawarkan alternatif baru untuk mengatasi pemberontakan Kurdi yang telah berlangsung 12 tahun. Sekitar 20.000 orang telah tewas selama pemberontakan, yang dipelopori oleh Partai Pekerja Kurdi (PKK). Partai Marxis pimpinan Abdullah Ocalan ini adalah faksi minoritas dalam populasi Kurdi di Turki. Refah menginginkan pemecahan dalam kerangka “persaudaraan Muslim”.

Sambutan Baik

Sementara negara-negara Barat terus memandang dengan khawatir, negara-negara Arab dan Islam bersikap sebaliknya. Syria, Irak dan Iran langsung mengeluarkan pernyataan mendukung pemerintahan baru pimpinan Erbakan. Di bawah kepemimpinan Erbakan, Turki bakal lebih menitikberatkan hubungan dengan negara-negara Arab dan Islam.

Hubungan Syria dengan Turki memang tegang selama ini. Ankara menuduh Damaskus membantu PKK. Ocalan kini berdiam di Syria. Ketegangan itu juga disebabkan oleh rencana Turki membangun bendungan raksasa yang akan menyebabkan berkurangnya aliran air sungai Efrat ke Syria dan Irak secara drastis. “Pemerintahan baru pimpinan Erbakan mungkin bisa mengendorkan ketegangan dalam hubungan Turki dengan negara-negara tetangga itu, terutama Syria,” tulis surat kabar resmi Syria, Tishreen.

Irak juga berharap besar pada Refah dan Erbakan, sebab PM baru ini dikenal menentang penggunaan pangkalan udara Turki sebagai basis pasukan sekutu pimpinan Amerika untuk “melindungi” warga Kurdi di Irak.

Ketegangan yang lebih luas terjadi antara Turki dan negara-negara Arab beserta Iran, menyangkut perjanjian militer Turki-Israel. Negara-negara Arab dan Iran memprotes perjanjian itu. Erbakan juga menolak perjanjian tersebut. Namun, apakah Erbakan mampu membatalkan perjanjian kontroversial itu? Tak pasti. Sama tak pastinya dengan kemungkinan pemerintah mendapat mosi kepercayaan dari parlemen minggu ini. Sekitar 30 anggota DYP yang menentang langkah Ciller berkoalisi dengan Refah, bisa menjadi ganjalan. Ismet Sezgin, pejabat senior DYP yang bekas mendagri telah mengancam, “Kami akan sekuat tenaga mencegah pemerintah ini meraih mosi kepercayaan dari parlemen,” tegasnya. Berhasilkah mereka? (MA)

BACA JUGA:
Tersudut di Sahara Barat
Harapan Baru Partai Refah di Turki
Islam di Kenya

By mansyur

One thought on “Turki, Bulan Sabit Di Menara Sekularisme”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *