Oleh MANSYUR ALKATIRI
Majalah UMMAT Thn. I No. 15, 22 Januari 1996 / 3 Ramadhan 1416 H
Diiringi optimisme dan kekhawatiran, Abdullah menggantikan Fahd sebagai kepala pemerintahan. Kepentingan AS bakal terancam?
Putera Mahkota Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Aziz, tampaknya berhasil memenangkan persaingan dengan adik tirinya, Pangeran Sultan. Raja Fahd telah menunjuknya untuk “memimpin urusan kenegaraan” -kata lain dari penyerahan kekuasaan- karena alasan kesehatan.
Penyerahan kekuasaan ini memang masih sementara, menunggu raja benar-benar sembuh dari sakit stroke yang dideritanya sejak akhir November lalu. Glyn Davies, jurubicara Kementerian Luar Negeri AS juga berkeyakinan demikian. “Itu sementara sifatnya, bukan selamanya,” ujarnya pada Reuters. Namun, menurut sumber-sumber di Saudi, seperti dikutip kantor berita AFP, “Raja menderita sakit serius dan sulit untuk kembali pulih.”
Pergulatan Elite
Isu persaingan antara Putera Mahkota Abdullah (72) dan adiknya, Menteri Pertahanan Sultan bin Abdul Aziz (71), sudah lama jadi bahan gunjingan. Dari segi senioritas, Abdullah paling berpeluang menggantikan Raja Fahd. Namun Sultan adalah saudara penuh Fahd, sementara Abdullah hanya saudara seayah.
Beberapa pengamat juga mengemukakan ketidakakuran mereka berdua. Menurut Business Week (1/1), yang mengutip laporan kelompok oposisi Saudi yang berpusat di London, Committee for the Defense of Legitimate Rights, Sultan mengadakan pertemuan dengan beberapa ulama Saudi pada 7 Desember sebagai usaha untuk mengalihkan dukungan para ulama ini dari Abdullah ke dirinya. Abdullah waktu itu sedang berada di Oman menghadiri konferensi Dewan Kerjasama Teluk (GCC), mewakili kakaknya yang masuk rumah sakit. Tapi laporan tersebut dibantah pemerintah Arab Saudi dan AS.
Namun, perselisihan seperti ini bukanlah barang baru di Arab Saudi. Pertengahan 1960-an, perang saudara hampir saja meletus ketika Putera Mahkota Faisal memaksa saudara satu ayahnya, Raja Saud, menyerahkan kekuasaan. Sejak peristiwa itu, raja-raja Saudi menggiatkan konsensus antar-saudara.
Tapi Fahd yang naik tahta pada 1981 menyingkirkan konsensus itu. Ia mengisi pos-pos kunci pemerintahan dengan keluarga terdekatnya. Baru-baru ini Fahd bahkan menjengkelkan saudara-saudara kandungnya sendiri setelah menunjuk anak dan menantunya duduk dalam pos-pos penting pemerintahan dan bisnis.
Kebijakan Abdullah
Sebelum diterapkannya undang-undang yang mengatur penggantian kekuasaan pada 1992, seorang putera mahkota otomatis akan mewarisi kekuasaan bila raja meninggal atau mengundurkan diri. UU 1992 menyebutkan bahwa raja baru akan dipilih dari anak atau cucu Abdul Aziz bin Saud yang “paling mampu”. Abdul Aziz adalah pendiri Arab Saudi pada 1932.
Aturan itu memang terlihat “demokratis”. Namun ada yang menganggapnya sebagai “cara konstitusional” untuk mengganjal naiknya Abdullah, yang kini mengepalai Garda Nasional yang beranggotakan 70 ribu orang suku Badui. Abdullah dalam beberapa hal memang berbeda dengan elite kerajaan lainnya. Menurut International Herald Tribune (3/1), Abdullah lebih alim dibanding saudara-saudaranya.
Fahd bersama adik-adik kandungnya, termasuk Sultan dan Gubernur Riyadh, Salman, dikenal berpikiran modern dan pro-Amerika. Sementara Abdullah lebih konservatif. Ia dekat dengan kabilah-kabilah Badui. Ia juga tak cakap berbahasa Inggris. Karena kesalehannya, Abdullah dekat dengan ulama. Ia juga relatif bersih dari tuduhan korupsi yang menjangkiti keluarga kerajaan.
Meskipun demikian, secara umum diperkirakan, takkan ada perubahan mendasar dalam politik dan ekonomi Saudi.
Dalam politik luar negeri, ia lebih mendekati gaya kakaknya, almarhum Faisal, yang mengutamakan hubungan dengan negara-negara Arab dan Islam, bukan Barat. Sikap ini tampak dengan seruannya untuk mengakhiri boikot terhadap Irak belum lama ini. Ia juga dekat dengan kalangan garis keras Palestina dan Syria.
Abdullah tak begitu suka dengan kehadiran pasukan Amerika di Saudi. Waktu Perang Teluk lalu, ia dikabarkan menolak kehadiran pasukan AS di bumi Saudi. Akibatnya, selama perang, wajahnya tak pernah nongol dalam pemberitaan media massa, terutama televisi. Padahal ia adalah komandan Garda Nasional, deputi pertama PM, dan calon pewaris tahta kerajaan. Amerika memang layak khawatir terhadap Abdullah. Kalau sekarang Washington memberi dukungan pada pemerintah Abdullah, wajar kalau ada yang mempertanyakan ketulusan dukungan itu.* (Mansyur Alkatiri)
BACA JUGA:
Pilihan Sulit Muslim Trinidad dan Tobago
MESIR, Pemilu Model Mubarak
Siprus Turki Menanti Pengakuan