Oleh: Mansyur Alkatiri
Majalah UMMAT No. 10 Thn. I, 13 November 1995 / 20 Jumadil Akhir 1416 H
Tujuh radio Islam mengudara. Berusaha menggali dan menyiarkan keindahan Islam. Suara adzan berkumandang merdu di udara Cape Town, Afrika Selatan, menerobos ke rumah-rumah penduduk lewat transistor. Sementara para lelaki muslim pergi ke masjid untuk memenuhi panggilan shalat Jum’at, kaum wanitanya yang tinggal di rumah, turut mendengarkan khotbah Jum’at dari sang khatib. Ya, cukup di rumah, melalui Voice of the Cape atau Radio 786, dua stasiun radio Islam di kota pelabuhan itu. Dua stasiun ini memang rutin menyiarkan ibadah shalat Jum’at secara langsung.
Keadaan seperti itu tak mungkin terjadi bila kaum apartheid masih berkuasa. Pada masa kekuasaan rezim kulit putih dulu, keberadaan stasiun-stasiun siaran swasta lokal tak dibenarkan. Gelombang udara berada dibawah kontrol penuh pemerintah. Tapi Afrika Selatan sekarang memang sudah berubah, menyusul matinya kekuasaan atas dasar ras. Di bawah Presiden Nelson Mandela, demokratisasi gencar dilaksanakan. Termasuk dalam hal penggunaan gelombang udara.
Ketika Independent Broadcasting Authority (IBA) mengijinkan stasiun-stasiun radio swasta lokal mengudara, ada sekitar 200 bakal stasiun yang melamar. Tapi hanya 80 stasiun yang diterima dan memperoleh lisensi Juni lalu.
Dari 19 stasiun radio agama, ada 7 buah radio Islam. Di kota Cape Town, kota indah di pantai selatan benua Afrika dan pusat konsentrasi penduduk Muslim Afrika Selatan, terdapat dua buah stasiun, Voice of the Cape dan Radio 786. Keduanya mengudara pada frekwensi yang sama, tapi bergantian hari. Pada bulan Ramadhan lalu, Voice of the Cape pernah bersiaran selama 8 hari dibawah lisensi sementara. Jumlah pendengarnya cukup besar, mencapai angka 300.000 orang.
Voice of the Cape dan Radio 786 cukup beruntung bisa mengudara di jalur FM. Lima stasiun Islam lainnya menggunakan jalur medium-wave (MW), frekwensi yang jarang digunakan di negeri ini.
Antusiasme para pengelola radio Islam sebenarnya cukup tinggi. Tapi seringkali tak didukung oleh dana yang cukup. Ini masalah paling serius yang mereka hadapi. Radio al-Saut yang berada di wilayah ibukota Yohannesburg misalnya, sampai sekarang masih mengumpulkan dana siaran.
Sementara az-Zaheer, stasiun yang memegang frekwensi yang sama, sudah mulai mengudara. Kasus yang sama terjadi pada Radio 786 di Pretoria yang bakal mengudara Februari tahun depan.
Di wilayah Kwa-Zulu Natal yang terus bergolak, radio Azanian Broadcasting Corporation (ABC) akan mulai mengudara Oktober ini. Radio Islam, di Yohannesburg, masih mempersiapkan diri.
Voice of the Cape pada mulanya didirikan oleh Muslim Judicial Council. Tapi sekarang berada di bawah kontrol masyarakat. Radio 786 di Cape Town adalah milik Konvensi Persatuan Islam (IUC), sedangkan Radio Islam merupakan bagian dari gerakan Jamiatul Ulama (Deobandi). Gerakan Pemuda Muslim (MYM) memiliki al-Saut.
Pada awalnya radio-radio ini dimaksudkan untuk sarana berdakwah. Radio ABC bertekad untuk “menggali dan menyiarkan kehebatan dan keindahan Islam”. Tapi menurut seorang pengelola Radio al-Zaheer, “pendirian radio-radio ini juga dimaksudkan untuk menciptakan lapangan kerja” dan memberdayakan muslimin Afrika Selatan.* (MA)
BACA JUGA:
Misteri Kematian Khalid Kelkal oleh Aparat Prancis
Eritrea Mengancam Sudan
Giliran Ikhwanul Muslimin Disikat Mubarak
[…] JUGA: Suara Islam di Udara Afrika Selatan Eritrea Mengancam Sudan Malcolm X, Pahlawan Kulit Hitam yang Kurang […]
[…] BACA JUGA: Pembunuhan PM Israel Yitzhak Rabin Anti Islam di Kampus Inggris Suara Islam di Udara Afrika Selatan […]
[…] BACA JUGA: Hakeem Olajuwon, Ustadz Rockets Siap Meluncur Anti Islam di Kampus Inggris Suara Islam di Udara Afrika Selatan […]