Oleh MANSYUR ALKATIRI
SUMBER: MAJALAH UMMAT No. 29, Tahun IV, 1 Februari 1999 / 14 Syawal 1419 H
Ruud Gullit kesulitan mengembangkan Newcastle United. Materi pemain buruk, dan tak banyak uang untuk membeli pemain baru.
Ruud Gullit di ambang putus asa. Revolusi ‘sepak bola sexy’ yang dulu sukses mengangkat citra ‘Si Biru’ Chelsea, kini tak berjalan di Newcastle United, klub barunya. Kekalahan demi kekalahan terus menghantam klub berjulukan The Magpies itu. Akibatnya posisinya kini masih di luar 10 besar Divisi Utama Liga Inggris.
Bahkan yang lebih menyakitkan, Newcastle harus tersungkur dalam pertandingan melawan Chelsea di kandang sendiri, Sabtu (9/1). Padahal Gullit sangat bernafsu membalas dendam pada klub yang dulu dibangunnya tapi kemudian mencampakkannya itu. Stadion James St Park pun menjadi murung. Para suporter sudah tak tahan dengan kekalahan beruntun yang menimpa klub kesayangannya.
Ruud Gullit, mantan kapten kesebelasan nasional Belanda, tahu benar apa yang dirasakan para pendukung Newcastle. Tapi ia tak bisa berbuat lain diluar yang dikerjakannya sekarang. “Saya ingin menerangkan pada mereka, mengapa saya tak bisa memberi apa yang mereka inginkan,” ujar Gullit. Menurutnya, ia mewarisi sebuah tim yang sama sekali tidak berfungsi.
Newcastle telah membuang-buang banyak uang dan tak memenangkan apapun sepanjang tiga tahun ini. Dan Gullit terang-terangan menimpakan kesalahan masa lalu klub ini pada dua pelatih sebelumnya, Kevin Keegan dan Kenny Dalglish. Ia perlu waktu untuk membereskan segala kelemahan yang dialami klub ini.
“Dua pelatih lama itu telah menghabiskan 100 juta poundsterling, dan maaf, tak ada hasilnya sama sekali,” ujar Gullit. “Sekarang saya tinggal dengan tim buangan. Dan saya tak punya uang untuk membikin squad tim yang lebih baik. Keegan dulu menghabiskan sampai 60 juta pound dan Dalglish 38 juta pound untuk belanja pemain. “Tapi saya tak punya sepeser pun,” gerutu mantan pesepakbola terbaik Eropa ini.
Keuangan Newcastle memang sedang kembang kempis. Untuk membeli pemain baru yang diperlukan Gullit, klub ini menjual tiga pemainnya: Steve Watson, Stephane Guivarch dan Bjarni Gudjonsson, awal November silam. Dari nilai jual mereka yang 7,9 juta pound, Gullit mendapat 7 juta pound, yang itupun baru ia terima tahun baru ini.
Jumlah sebesar itu tentu tak memadai untuk ‘Revolusi Sepakbola Sexy Gullit.’ Ia pun tampak putus asa. Dulu, ketika membangun Chelsea, ia mendapat dukungan dana sampai puluhan juta pound dari pemilik klub London itu. Menghadapi situasi sulit ini, Gullit memilih menempatkan diri sebagai seorang prajurit.
“Saya tahu, yang saya terima adalah tim yang parah. Ketika para direktur minta saya melakukan pekerjaan ini, saya katakan tak mungkin mendapat hasil secara cepat. Mereka mengerti,” tuturnya pada The Sunday Times beberapa waktu lalu. Gullit lantas menekankan pekerjaan pada penyelamatan klub itu, dari kejatuhan lebih jauh di musim ini. Baru nanti membeli pemain-pemain yang pas untuk menambah kekuatan tim. “Tapi anda perlu uang untuk mengerjakan ini,” tukasnya.
Pemilik Newcastle nampaknya maklum dengan kesulitan besar Gullit. Mereka juga maklum dengan kenyataan bahwa maestro Belanda kelahiran Suriname itu belum bisa mengangkat prestasi klubnya. Dengan segala keterbatasan dana, mereka terus berusaha mendukung langkah Gullit. Para pengelola Legiun Hitam Putih ini tetap percaya, bahwa Gullit adalah pelatih ajaib yang akan mengubah Newcastle dari tim yang membosankan di bawah Dalglish menjadi ‘Chelsea’ yang lain, setiap malamnya. Tapi para suporter hanya tahu klubnya harus menang.
Tapi, antara Chelsea dan Newcastle memang ada perbedaan. Untuk membuat Chelsea tim yang lebih glamour dan kosmopolitan di negeri ini, uang tidak menjadi soal. Pimpinan klub yang bermarkas di Stadion Stamdford Bridge itu menyediakan dana sampai 23,5 juta poundsterling untuk membeli 11 pemain baru. Di Newcastle, Gullit cuma dijanjikan 7 juta dolar.
Chelsea juga sudah punya materi bagus saat Gullit datang. “Jadi saya bisa lebih cepat bergerak,” tukasnya. Ia mengambil alih klub kecintaan aristokrat London itu di akhir kompetisi, hingga punya banyak waktu di masa istirahat untuk mencari pemain baru. Di Newcastle, Gullit melihat hanya ada pemain yang tepat untuk gaya permainan yang diinginkannya, yaitu kiper Shay Given, pemain tengah David Batty dan Rob Lee, serta striker nasional Alan Shearer. Beberapa pemain yang diincarnya sudah dibeli klub lain di awal kompetisi.
“Saya ingin memainkan sepakbola sexy, tapi pemain yang ada disini didisain untuk memainkan gaya sepakbola lain. Mengubah gaya tanpa mengubah materi pemainnya sungguh tidak mudah,” tambahnya. karena keterbatasan itu, Gullit kini terpaksa memainkan pola 4-4-2 yang umum di Inggris. Dan hasilnya sampai saat ini masih mengecewakan. Apakah Gullit mampu bertahan lama di tengah ketidakpuasan pendukung The Magpies yang tak mau tahu kesulitannya?
Mansyur Alkatiri
BACA JUGA:
Zinedine Zidane
Top Skorer Piala Dunia
Juara Thomas Cup, Indra Gunawan Mundur