Oleh MANSYUR ALKATIRI
Majalah UMMAT Tahun I No. 24, 27 Mei 1996 / 9 Muharram 1417 H
Israel dengan pongah merampasi tanah Palestina demi pembangunan jalan bypass. Rakyat Palestina makin terisolasi.
Keluarga besar Musbah al-Atrash terbangun di tengah malam. Mereka dikejutkan oleh gemuruh suara yang melewati kebun anggurnya. Dengan tergopoh-gopoh, Atrash lalu lari ke kebunnya. Begitu pula para tetangganya. Mata mereka terbelalak menyaksikan kebun-kebun anggur mereka lenyap diterjang buldoser zionis Israel. Sementara lebih dari seribu tentara Israel menjaga pelaksanaan perampasan tanah tersebut.
“Saya hampir tak percaya melihat mereka melibas tanaman anggur yang sudah siap di panen. Sakit sekali hati saya,” tutur Atrash di Halhoul, dekat kota Hebron, pada Maureen Meehan, wartawan free-lance Amerika. Ia dan penduduk lainnya tak diberitahu lebih dahulu oleh pemerintah Israel bahwa tanahnya termasuk dalam daftar yang akan dirampas.
Atrash dan enam saudaranya kehilangan semua tanah miliknya seluas hampir 2 hektare. Sementara 277 keluarga Halhoul lainnya di Hebron merugia sampai US$ 10 juta per tahun sebagai akibat penghancuran 800 hektare tanah yang kaya tanaman anggur.
Perampasan tanah warga Palestina itu dimaksudkan untuk membangun jalan-jalan tol bagi pemukim Yahudi. Jaringan jalan tol yang akan membelah Tepi Barat itu akan saling menghubungkan permukiman Yahudi dan menciptakan sistem transportasi bebas hambatan paling moderen di Israel. Sebaliknya, ia akan menghancurkan lahan pertanian dan mengisolasi kota serta desa-desa bangsa Palestina. Untuk merealisasikan proyek 20 jalan tol sepanjang 500 kilometer ini, rezim teroris zioniz Israel akan menyita ribuan hektare tanah milik warga Palestina, tanpa ganti rugi apa pun.
“Rencana jalan ‘khusus Yahudi’ itu dimaksudkan untuk mengisolasi kota-kota kami, mengubahnya menjadi wilayah-wilayah bandustan,” ujar Mohammed Said Majiyeh, pemimpin Halhoul-Hebron Land Defense Committee. Proyek bypass itu juga memungkinkan Israel terus menduduki Tepi Barat.
“Dalam kondisi seperti ini, otonomi Palestina hanyalah ilusi. Takkan ada pembangunan ekonomi, sosial dan budaya tanpa adanya hubungan antar kota dan desa-desa,” cetus Majiyeh, penulis yang baru kembali ke Tepi Barat pada 1994 setelah 24 tahun berada di pengasingan akibat diusir Israel. “Untuk bepergian dari satu kota ke kota lain, orang harus melewati permukiman Yahudi dan pintu penjagaan Israel,” tambahnya. Israel mudah menutupnya sewaktu-waktu.
Akibat Perjanjian Damai
Realisasi proyek jalan tol itu, dan akibat yang ditimbulkannya, telah membuka mata rakyat Palestina bahwa betapa besar kerugian di pihak mereka di bawah skenario ‘perjanjian damai’ PLO-Israel. Perjanjian Oslo nyatanya telah mencincang-cincang wilayah Palestina.
“Rakyat terkejut mengetahui betapa kecil wilayah yang akan dikembalikan kepada Palestina. Sementara perjanjian PLO-Israel sendiri dilakukan secara rahasia,” ujar Majiyeh. “Sekarang, setelah rakyat tahu realitas yang sebenarnya, legitimasi proses perdamian dan janji pemerintahan sendiri jadi hilang.”
“Dalam konsep perundingan status akhir wilayah Palestina, Pemerintahan Palestina hanya akan menguasai 30 persen saja wilayah Tepi Barat,” tulis Maureen Meehan dalam The Washington Report on Middle East Affairs. Sekarang ini, mereka hanya mengusai tak lebih dari 3 persen wilayah Tepi Barat. Sisanya tetap dikuasai Israel yang bermaksud memperluas permukiman Yahudi. Baru-baru ini Israel menyetujui pembangunan 6.000 unit rumah bagi imigran Yahudi.
Menurut konsultan tanah Jan de Jong, Palestina harus menerima konsekuensi geopolitik yang cukup berat akibat proyek jalan tol tersebut. Di samping hilangnya hubungan antar daerah, Palestina juga kehilangan kontrol atas sumber-sumber air vital.
“Kegagalan menguasai akses sumber-sumber alam dan air bisa menjadi kendala terbesar bagi rehabilitasi dan perluasan tanah pertanian,” tulis de Jong dalam majalah bulanan Jerusalem, News From Within. Mengingat penduduk Tepi Barat dan Gaza diperkirakan akan berlipat dua dari 2.4 juta jiwa sekarang dalam waktu 15 tahun, perluasan tanah pertanian amat diperlukan guna mencegah bencana ekonomi.
Menurut laporan Bank Dunia, sektor pertanian menyumbang paling sedikit 25 persen pada gross domestic product (GDP) Palestina dan 25 persen lapangan kerja. Sekurang-kurangnya separuh penduduk Palestina akan diuntungkan dari pulihnya sektor pertanian.
Legalisasi Perampasan
Sementara itu, Lembaga Land and Water Establishment for Studies a Legal Services (LAWE) di Jerusalem telah banyak membawa kasus perampasan tanah ke pengadilan. Namun, pengacara LAWE, Shawki Issa, sempat dikejutkan oleh pernyataan seorang hakim yang menangani pengaduan tersebut. Sang hakim malah bertanya, kenapa Issa begitu mempedulikan kasus perampasan tanah itu padahal Pemerintahan Palestina sendiri telah menyetujuinya.
Issa segera mengirim faksimili ke Yasser Arafat menanyakan kebenaran pernyataan hakim Israel itu. Lalu, “Menurut perjanjian, mereka (Israel) harus berkoordinasi dengan kami dalam menentukan tanah-tanah yang akan diambil untuk jalan tol. Tapi mereka tidak melakukan itu,” jawab Arafat. “Ini berarti bahwa Pemerintahan Palestina telah memberi hak kepada Israel untuk merampas tanah milik warga Palestina,” kata Issa geram. Pemerintahan Palestina, tambah Issa, secara sistematis telah memperlemah protes atas perampasan tanah itu. Pemerintahan Palestina menyetujui proyek jalan tol itu sebagai imbalan bagi penarikan mundur pasukan Israel dari Tepi Barat.
Musbah al-Atrash ditolak ketika minta tolong pada salah satu menteri Palestina agar campur tangan. “Ketika saya memberitahukan bahwa buldoser-buldoser Israel telah menghancurkan kebun kami, dia mengatakan tak bisa diganggu,” ujar Atrash dengan geram.
“Merampas tanah kami sama saja dengan mengambil nyawa dari badan kami,” ujar Sa’ada. Lantas, perjanjian macam apakah yang diupayakan Yasser Arafat?*
BACA SELENGKAPNYA:
Rusia Bunuh Presiden Dudayev
UU Anti-Terorisme Targetkan Muslim Amerika
Muslim Pattani Thailand Bertahan di Pondok
[…] itu? Bila benar, maka masalahnya akan runyam. Sama runyamnya dengan sejarah berdirinya negara Israel di atas bumi Palestina: perundingan jalan di tempat, tapi pendudukan terus berlangsung. Dan, […]
[…] lama ada warga Arab Palestina dalam parlemen Israel (Knesset). Tapi mereka rata-rata berasal dari golongan sekular kiri, termasuk komunis. Mereka […]