Pelajaran Demokrasi Dari Kaukasus
Oleh: Mansyur Alkatiri
Dimuat di: Majalah UMMAT, No. 15 Thn. II/ 20 Januari 1997
Setelah mengalahkan Rusia, rakyat Chechen siap mengadakan pemilu Januari mendatang.
Setelah sukses mengusir ‘beruang-beruang sakit’ Rusia, Muslim Chechnya kini memasuki kehidupan baru. Dan pemilu yang dijadwalkan berlangsung 27 Januari ini, ditatap dengan rasa optimis sebagai pintu ke masa depan yang lebih baik. Kampanye yang telah dimulai 27 November silam berlangung lancar. Lima pemimpin mujahidin Chechen mencalonkan diriĀ sebagai presiden Republik Ichkeria –sebutan rakyat Chechen bagi negaranya.
Dua brigade Rusia yang masih tersisa di dekat Grozny, sudah mulai ditarik keluar menyusul dekrit yang dikeluarkan Presiden Boris Yeltsin. Menurut jadwal, 5 Januari ini sudah tak ada lagi prajurit Moskow yang tinggal di Chechnya. Praktis rakyat Chechnya kini menganggap negaranya sudah merdeka, setelah 200 tahun berada di bawah telapak kaki Rusia.
Gejolak memang tak sepenuhnya lenyap. Pembunuhan 6 anggota Palang Merah Internasional (ICRC) dan penyanderaan terhadap 21 serdadu Rusia bisa saja memicu konflik baru. Provokasi dan balas dendam tetap saja mengintai perseteruan baru. Namun gejolak itu tak menghalangi kerjasama yang mulai terjalin kembali di antara kedua pihak, meski kini dalam status Chechnya yang berbeda. Sebuah perjanjian pembagian hasil dari saluran pipa minyak dari Laut Kaspia ke wilayah Rusia, yang melewati Chechnya, sudah hampir disetujui.
Pemimpin Baru
Lima pemimpin utama mujahidin Chechen yang mencalonkan diri menjadi presiden adalah Zelimkhan Yandarbiyev, Perdana Menteri merangkap Kepala Staf Angkatan Bersenjata Aslan Maskhadov, komandan militer Shamil Basayev, deputi PM yang juga jubir pejuang Chechen, Movladi Udugov serta Akhmed Zakayev, mantan aktor yang menjadi komandan lapangan Chechen. Setiap calon diharuskan mengumpulkan 10.000 tandatangan dari para pendukungnya, minimal 30 hari sebelum hari pemilu.
Zelimkhan Yandarbiyev (44) sasterawan yang terpilih menggantikan almarhum Presiden Djokhar Dudayev sebagai presiden Republik Ichkeria, berpeluang paling besar. Ia politisi tangguh dan ideolog gerakan kemerdekaan rakyat Chechen. Tak punya banyak musuh di dalam negeri. Pesaing utamanya adalah Aslan Maskhadov. Mantan kolonel dalam Angkatan Darat Uni Soviet ini piawai di medan tempur dan meja perundingan. Sebagai kepala staf militer pejuang, ia paling berjasa dalam menghancurkan pasukan Rusia.
Sebagai kepala juru runding Chechnya, Maskhadov berhasil memaksakan penyelesaian politik dan membuat Moskow menarik seluruh pasukannya dari bumi Chechnya. Terakhir ia mencatat keberhasilan dalam perundingan dengan PM Rusia, Viktor Chernomyrdin, mengenai sisa dua brigade Rusia di dekat Grozny. Moskow akhirnya menarik dua brigade itu melalui dekrit Presiden Yeltsin.
Shamil Basayev terkenal karena aksi penyanderaan spektakuler di kota Budennovsk, Rusia selatan, Juli 1995. Bersama Maskhadov, Basayev juga otak di belakang serangan besar Chechen ke ibukota Grozny yang meluluh-lantakkan pasukan Rusia Agustus lalu. Kekalahan memalukan itu yang menyebabkan pasukan Rusia akhirnya hengkang dari Ichkeria.
Basayev yakin benar dirinya akan terpilih, paling tidak duduk dalam pemerintahan Ichkeria pasca pemilu. “Saya dan teman-teman siap bertarung memperebutkan kursi presiden untuk menunjukkan bahwa kami tak hanya bisa bertempur, tapi juga mampu membangun kehidupan yang damai,” katanya seperti dikutip kantor berita Rusia Itar Tass. Namun melihat kemampuannya di medan tempur, kebanyakan rakyat Chechen agaknya lebih menyukai Basayev memegang kepemimpinan militer dari pada pemimpin politik.
Dua calon lainnya, Movladi Udugov dan Akhmed Zakayev, kurang begitu diperhitungkan. Namun tipisnya peluang tak membuat Udugov pesimis. Ia malah mengundurkan diri sebagai deputi PM untuk mempersiapkan diri secara penuh menghadapi pemilu.
Di balik pertarungan meraih kursi tertinggi di republik mini ini, ada sesuatu yang menarik perhatian. Meski bertekad terus maju, tak nampak kesan ambisius untuk menjatuhkan lawannya. Rakyat Chechen semula memang khawatir pertarungan itu akan memecahkan persatuan nasional. Semula ada keinginan untuk mengajukan calon tunggal saja, tapi usulan itu ditolak. Dan menurut Udugov, kelima calon itu sudah sepakat akan mendukung sang pemenang, siapapun orangnya.
“Tak ada perpecahan dalam kepemimpinan Chechen. Saya harus mengalahkan lawan saya, tapi juga tak boleh ada perpecahan,” kata Udugov. Sebuah pelajaran demokrasi yang menarik untuk ditunggu.
BACA JUGA:
Damai di Tajikistan – Majalah UMMAT
Milisi Katolik Filipina Bakar Masjid dan Ratusan Rumah Muslim – UMMAT
MUSLIM AS: Dirampas dan Dimurtadkan – Majalah UMMAT
[…] memberlakukan pengawasan ketat di jalan-jalan kota. Sementara itu, komandan militer Chechnya, Aslan Maskhadov, berusaha menenangkan para demonstran dengan mengatakan bahwa perundingan dengan Rusia telah […]