Menunggu Janji Rekonsiliasi
Oleh: Mansyur Alkatiri
Dimuat di Majalah UMMAT, No. 12 Thn. I, 11 Desember 1995-18 Rajab 1416 H
Liamine Zeroual terpilih sebagai presiden. Rakyat menunggu rekonsiliasi nasional.
Aljazair tiba-tiba sunyi. Sekolah diliburkan. Seluruh kegiatan olahraga ditunda. Pedagang kaki lima yang biasanya memenuhi jalan-jalan kota, tak terlihat. Sebuah ‘perhelatan demokrasi’ berlangsung Kamis (16/11) dalam suasana tegang. Lebih dari seratus ribu tentara dan polisi berjaga-jaga. Terutama di tempat-tempat tersedianya kotak suara. “Aljazair hari itu lebih menyerupai sebuah kamp militer raksasa”, kata Peter Humi, koresponden CNN di Paris.
Jutaan rakyat berduyun-duyun mendatangi kotak-kotak pemilihan di seantero negeri. Namun mereka segera bergegas pulang, setelah memberikan suara. Takut pada ancaman bom kelompok oposan. Sementara jutaan lainnya, lebih suka diam di rumah. Patuh pada seruan boikot beberapa kelompok oposisi utama. Tapi ternyata tak ada ledakan bom, seperti diancamkan Kelompok Islam Bersenjata (GIA).
Kesunyian kemudian pecah, berganti dengan suara bising orang berpesta, seusai menteri dalam negeri Mustafa Benmansour memberi pernyataan resmi, kemenangan bagi Liamine Zeroual. Jalan-jalan di ibukota Aljir dipenuhi pendukung Zeroual. Pesta kemenangan di gelar. Sebagian besar pengikut pesta adalah tentara dan polisi, pendukung utama rezim militer Aljazair. Peluru berdesingan di udara, keluar dari moncong pistol dan senapan mesin mereka.
Kontroversi
Jendral purnawirawan Liamine Zeroual (54), memang dinyatakan keluar sebagai pemenang dalam pemilihan presiden pertama di negeri ini. Menurut sumber resmi, ia memperoleh 61,34 persen suara. Saingan terdekatnya, Mahfoud Nahnah dari Gerakan Masyarakat Islam (Hamas) mengantongi 25.38 persen, Said Saadi yang anti kelompok Islam meraih 9,29 persen dan Noureddin Boukroh mendapat 3,78 persen. Benmansour juga mengumumkan, 74.92 persen pemilih dari 16 juta orang yang punya hak suara telah mendatangi kotak-kotak pemilihan.
Namun, kelompok oposisi dengan segera menangkis pernyataan pemerintah. Menurut partai oposisi terbesar yang kini terlarang, Front Penyelamatan Islam (FIS), hanya seperempat pemilih yang memberikan suaranya. Anwar Haddam, juru bicara FIS di pengasingan, menganggap pemilu itu ‘tak membawa perubahan apapun’. “Kami tak menerima hasil pemilihan dan kami menganggap rezim Zeroual masih tidak sah”, katanya pada radio France Info.
Untuk mendukung kredibilitas pemilu, pemerintah mengundang 102 monitor dari PBB, Liga Arab dan Organisasi Persatuan Afrika (OAU). Mamadou Kane, koordinator 50 orang delegasi pengamat OAU yang mengunjungi 48 propinsi mengatakan, petugasnya tidak menemukan tanda-tanda adanya kecurangan. Namun, menurut Human Rights Watch, sebuah kelompok hak-hak asasi dari Amerika Serikat, terlalu sedikit monitor “untuk membuktikan keakuratan hasil pemilihan”. Terbukti di ibukota Aljir, yang cukup ketat diawasi tim pengawas dalam dan luar negeri, Zeroual tersungkur di tangan pesaingnya dari kelompok Islam Hamas, Mahfoudz Nahnah.
Mahfoudz Nahnah, yang menduduki urutan kedua, juga menuduh adanya “ketidakberesan” yang luas, termasuk kematian seorang anggota partainya akibat siksaan. Nahnah juga menuduh telah terjadi “skandal” dalam penghitungan suara. Ia yang nampaknya mendapat dukungan suara dari bekas pendukung FIS mengatakan, “pemerintah melakukan intimidasi pada anggota-anggota Hamas yang berusaha ikut mengawasi jalannya pemilihan”. Tak puas dengan jalannya pemilihan, Nahnah kemudian memohon pada Mahkamah Konstitusional agar menyelidiki penyalahgunaan kekuasaan. Mahkamah punya waktu 10 hari untuk menentukan menerima atau menolak hasil pemilihan.
Tantangan Rekonsiliasi
Pada pidato pertamanya setelah dinyatakan menang, Zeroual berjanji dirinya adalah “presiden bagi seluruh rakyat Aljazair”. Tapi sekarang ia menghadapi tantangan terbesar: menyatukan kembali bangsa Aljazair yang terbelah oleh perang saudara brutal. Sudah lebih dari 40.000 jiwa melayang dalam konflik berdarah akibat tindakan militer membatalkan proses pemilu parlemen 1992, yang hampir pasti dimenangkan oleh FIS.
Liamine Zeroual menjanjikan amnesti bagi seluruh kelompok oposisi bersenjata. Tapi ia juga bertekad akan melenyapkan ‘para teroris dan tentara bayaran’, dua sebutan yang biasa digunakan militer garis keras bagi kelompok oposan Islam bersenjata. Selama masa kampanye, Zeroual juga telah menjanjikan pemilu parlemen dan daerah. Waktunya mungkin sekitar bulan Mei.
Syeikh Nahnah, meski menolak aksi kekerasan yang dilakukan oposan bersenjata, melihat perlunya Aljazair kembali pada tradisi Islam. “Semua partai, termasuk kelompok-kelompok Islam yang paling radikal, harus teradopsi ke dalam politik nasional”. Melihat hasil pemilihan kemarin, paling tidak seperempat rakyat Aljazair mendukung idenya.
Rekonsiliasi nasional memang harus menjadi agenda utama Zeroual. Beberapa kali upaya rekonsiliasi sebelumnya memang gagal. Tapi dengan mengantungi predikat sebagai ‘presiden pilihan rakyat’, Zeroual diyakini lebih punya kekuatan untuk bernegosiasi dengan kelompok oposisi. Tidak lagi berada di bawah bayang-bayang dominasi militer radikal. “Zeroual kini punya lebih banyak ruang untuk bergerak diantara para sekutunya, khususnya militer. Jika ia mau, ia bisa membuat perdamian dengan FIS”, ujar seorang mahasiswa, Selima Medjadi.
Dalam pernyataannya Senin (20/11) lalu, FIS juga mulai melunakkan sikap. Lewat Rabih Kebir, juru bicara seniornya yang tinggal dalam pengasingan di Jerman, FIS menghimbau Zeroual agar mau membuka kembali perundingan damai. “Zeroual adalah perunding yang sah untuk memimpin perundingan di pihak pemegang kekuasaan”, kata Kebir. “FIS siap bagi perundingan untuk mencari solusi global antara pemegang kekuasaan dengan pihak oposisi. Solusi yang dapat mengarah pada perdamaian dan stabilitas”, lanjut Kebir. Sekarang terserah pada Liamine Zeroual.* (MA)
[…] JUGA: Nasib Rekonsiliasi Aljazair di Tangan Zeroual Perundingan Damai Filipina-Moro Israel Bunuh Fathi Shaqaqi, Pemimpin Jihad Islam […]
[…] di Aljazair dengan menjadi peserta pemilu. Namun, setelah menang dalam pemilu 1991 itu, militer Aljazair malah mengebirinya, dan kemudian menyatakannya […]
[…] banyak diramalkan, namun masih saja ada orang yang terkejut. Maklum, banyak orang yang menilai Liamine Zeroual sebagai figur yang “tak begitu berambisi” menjadi orang nomor satu di negeri yang tengah rusuh […]
[…] perwira menang perang, Presiden Liamine Zeroual menyatakan perang saudara telah berakhir di Aljazair. Kini, yang ada hanyalah sisa-sisa terorisme. […]