Oleh MANSYUR ALKATIRI

Majalah UMMAT Tahun I No. 12, 11 Desember 1995 / 18 Rajab 1416 H

Meskipun pemerintah sudah berganti wajah, umat Islam Ethiopia tetap tak dapat tempat dalam tatanan politik negeri.

Umat Islam Ethiopia yang menyambut gembira tergulingnya rezim komunis empat tahun lalu, kini harus kembali kecewa. Meles Zenawi, mantan tokoh komunis yang sekarang menjabat perdana menteri, ternyata sama saja dengan para pendahulunya: tak mau mengakui hak-hak politik umat Islam yang mayoritas. Pemerintahan ‘demokratis’ yang dibentuknya tak mewakili kenyataan sosial yang ada.

Struktur yang birokratis dan menindas umat Islam, warisan para pendahulunya, masih kukuh terpelihara. “Hampir semua kebijakan dan peraturan pemerintah, penggunaan media massa milik pemerintah dan kurikulum pendidikan, mengabaikan umat Islam yang jumlahnya lebih dari separuh penduduk”, demikian pernyataan umat Islam Ethiopia yang dikirimkan ke pemerintah beberapa waktu lalu.   

MUSLIM SUKU OROMO DI ETHIOPIA. Dipinggirkan meski mayoritas

Selama berabad-abad, Ethiopia atau Habasya dikenal sebagai negeri Kristen. Kekuasaan berada di tangan raja-raja Kristen. Pemerintahan republik yang pernah terbentuk, berada di tangan seorang Kristen-Marxist, Mengistu Haile-Meriam, yang akhirnya digulingkan dalam 1991.Masa pemerintahannya merupakan masa paling buruk bagi umat Islam disana. Islam dan umat Islam tak pernah mendapat peran yang menentukan. Padahal, mayoritas penduduk Ethiopia beragama Islam, sekitar 60 persen dari 54 juta penduduk yang ada.

Demokratis

Meles Zenawi yang sebelumnya menjalankan pemerintahan transisi selama empat tahun dengan dukungan penuh Amerika Serikat, memang telah ‘berhasil’ mengadakan pemilihan umum nasional dan daerah Mei lalu. Tapi perlu dicatat, pemilu tersebut dilaksanakan setelah sebelumnya Zenawi menahan para pemimpin partai oposisi utama dan menutup kantor-kantor partai yang paling mewakili suku-suku yang ada.

Mereka itu adalah Front Pembebasan Oromo (OLF), Front Pembebasan Islam Moro (IOLF), Front Pembebasan Nasional Ogaden (ONLF), Front Islam Ogaden (OIF) dan Organisasi Seluruh Rakyat Amhara (AAPO). Kelima partai ini akhirnya memboikot pelaksanaan pemilu yang disebutnya “sandiwara EPRDF”.

Setelah pemilu Mei, Ethiopia memang berganti wajah. Negara berubah menjadi federasi, terdiri dari 9 negara bagian yang berdasar suku bangsa. Aspirasi setiap suku bangsa terkesan diakomodasi benar. Tapi secara nasional, suku bangsa Tigray yang umumnya Kristen dan jumlahnya cuma sekitar 15 persen di Ethiopia, tetap efektif memegang kekuasaan.

Ini dimungkinkan karena Meles Zenawi adalah orang Tigray dan bekas komandan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF). Pemerintah resminya berada di tangn koalisi Front Demokratik Revolusioner Rakyat Ethiopia (EPRDF). Unsur terkuat dalam koalisi ini adalah TPLF. Keduanya diketuai oleh Zenawi. Anggota koalisi lainnya adalah Gerakan Demokratik Nasional Amhara (ANDM), Organisasi Demokratik Rakyat Oromo (OPDO) dan Front Demokratik Rakyat Ethiopia Selatan (SEPDF). Ketiganya adalah partai kecil yang berada dalam dominasi TPLF.

Islam “No”

Kekecewaan umat Islam bertambah besar setelah melihat susunan kabinet baru Zenawi yang mengabaikan eksistensi muslimin.  Parlemen Ethiopia yang didominasi EPRDF, memilih Negaso Gidada, seorang Kristen Oromo sebagai presiden, Agustus lalu. Suku oromo sendiri 85 persen anggotanya menganut agama Islam. Gidada ini lalu dianggap mewakili suku Oromo dalam ‘kabinet representatif” Zenawi.

Jabatan menteri luar negeri jatuh ke tangan seorang Kristen Tigray, Seyoum Mesfin. Zenawi juga merangkap jabatan sebagai komandan tertinggi Angkatan Bersenjata Ethiopia. Seorang Tigray lainnya, Kinfe Gebremedhin,  diangkat menjadi general manager Badan Urusan Imigrasi dan Pengungsi. Badan ini menggantikan kementerian dalam negeri yang dihapuskan oleh Zenawi. Gebremedhin berada langsung di bawah Zenawi.

Jabatan deputi perdana menteri merangkap menteri pertahanan diserahkan pada Ramrat Layne, seorang Kristen suku Amhara (ANDM). Namun sebagian besar pejabat senior kementerian ini berada di bawah orang-orang Tigray. Deputi kedua PM yang mengurusi masalah ekonomi, dijabat oleh Kassu Ilala (SEPDF), mantan penasehat ekonomi Zenawi.

Pada bulan Ramadhan lalu (Februari) misalnya, polisi Ethiopia yang didominasi Tigray melakukan pembantaian di Addis Ababa, ibukota negeri ini, yang menewaskan 29 jiwa muslimin dan melukai 200 muslim lainnya. Polisi juga menahan 40 orang muslim, termasuk ulama dan menutup masjid utama di kota itu.

Tindakan kejam itu mendapat perhatian dari beberpa organisasi hak-hak asasi manusia, seperti Amnesti Internasional, dan DPR Amerika Serikat pada bulan Juli menyerukan pengawasan terhadap pelanggarn hak-hak asasi di negeri Afrika Timur itu. Untuk melunakkan Amerika, Zenawe lalu membebaskan 100 orang tahanan. Namun mereka itu semua orang Tigray, yang ditahan dalam pembersihan 1993. Bukan warga muslim.* (MA)

BACA JUGA:
Nasib Rekonsiliasi Aljazair di Tangan Zeroual
Perundingan Damai Filipina-Moro
Israel Bunuh Fathi Shaqaqi, Pemimpin Jihad Islam


By mansyur

6 thoughts on “Muslim Ethiopia, Mayoritas Yang Dipinggirkan”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *