Oleh MANSYUR ALKATIRI

Majalah UMMAT, Tahun I No. 22,  29 April 1996 / 11 Zulhijah 1416 H

Di tengah pengaruh buruk liberalisme, umat Islam Albania dengan susah payah menemukan identitasnya kembali.

SHALAT IDUL ADHA. Sarana memupuk kebangkitan Islam

Permusuhan Presiden Sali Berisha terhadap orang-orang bekas anggota Partai Komunis Albania tak juga padam. Dalam sebuah pawai di kota Shkodra, 2 April lalu, Berisha kembali menyerukan rakyat Albania mencegah orang-orang bekas komunis, yang sekarang berganti mantel dalam Partai Sosialis, naik ke tangga kekuasaan. “Ribuan pengikut komunis telah mengubah warna, namun rakyat Albania tak kan pernah mempercayainya,” kata Berisha.

Pawai di kota utara Albania itu diadakan guna memperingati tewasnya 4 pemuda pro-demokrasi oleh tentara komunis lima tahun lalu. Peristiwa ini telah memicu kemarahan rakyat dan menjadi jalan bagi revolusi menumbangkan rezim komunis yang telah berkuasa hampir setengah abad.

Berisha merasa perlu untuk mengganyang sisa-sisa komunis mengingat potensinya untuk bangkit kembali. Apalagi setelah melihat keberhasilan para bekas komunis meraih kekuasaan kembali di beberapa negara Eropa Timur, seperti Bulgaria, Slowakia, Hungaria, Polandia dan Ukraina. Tahun lalu, Berisha, yang berasal dari Partai Demokratik, berhasil mengegolkan peraturan yang melarang para bekas tokoh komunis turut serta dalam pemilu tahun ini. Mereka adalah orang-orang yang pernah menjadi anggota politbiro atau komite sentral Partai Komunis pada masa diktator Enver (Anwar) Hoxha. Termasuk di antaranya adalah Fatos Nano, ketua Partai Sosialis. Peraturan ini rencananya akan diperluas terhadap para wartawan yang dulu mendukung rezim komunis.

Perubahan

Liberalisasi yang diberlakukan di Albania sejak kemenangan Partai Demokratik dalam pemilu bebas pertama 1992 memang telah membawa perubahan sistem politik menjadi demokratis. Demokrasi parlementer multipartai diterapkan. Hak-hak asasi warga negara juga kian dihormati. Sementara liberalisasi dalam sistem ekonomi telah membawa negeri termiskin di Eropa ini ke arah pasar bebas. Meski demikian, liberalisasi juga telah membawa perubahan besar pada tatanan sosial budaya bangsa Albania, terutama di kota-kota besar.

Sekarang, bukan pemandangan aneh lagi melihat para wanita berpakaian mengikuti mode-mode terakhir dan setengah terbuka di jalan-jalan ibukota Tirana. Padahal di masa komunisme, wanita dilarang mengenakan celana panjang tanpa mantel panjang yang menutup sampai ke lutut. Jalan-jalan di Albania kian dipenuhi oleh mobil yang sebelumnya tergolong barang langka. Toko-toko tak lagi cuma berisi barang produksi Cina. Barang-barang mahal buatan Italia atau Turki kini ikut meramaikan “pasar bebas” Albania. Sementara swastanisasi diterapkan di semua sektor, termasuk sektor kesehatan.

Ribuan bar dan diskotik kini bertebaran di kota-kota. Di Tirana saja terdapat lebih dari 6.000 kafe dan bar. Belum lagi diskotik. “Rakyat Albania mulai mengenal Vodka, Wiski dan merek-merek minuman keras terkenal di dunia lainnya,” tulis Hamzah Zaoba dalam laporan perjalanannya di majalah al-Mujtama’ (6-2-1996). Di tengah kemiskinan yang masih mendera rakyat Albania, bar dan kafe-kafe itu ternyata mampu menengguk untung besar.

Praktik pelacuran juga kian marak, seiring dengan tumbuhnya diskotik dan hotel-hotel besar. Begitu pun dengan aktifitas kaum homoseks dan lesbian. Mereka kian berani tampil terang-terangan. Penerbitan porno juga kian banyak.

Dampak sosial liberalisasi di negeri Balkan selatan yang berpenduduk 3,4 juta ini terutama diakibatkan oleh serangan besar-besaran televisi Eropa. Ada sekitar 12 saluran televisi Eropa yang mudah diterima penduduk Albania tanpa menggunakan antena parabola. Enam di antaranya  dari Italia. Padahal televisi Italia dikenal paling bebas sensor.

Melihat kondisi Albania sekarang, sulit untuk meyakini adanya kebangkitan kembali agama Islam di sana dalam waktu dekat. “Bukan berarti pesimistis, tapi inilah realitas yang tampak,” tutur Hamzah Zaoba. Rentang waktu 50 tahun pemerintahan komunis garis keras Enver Hoxha agaknya telah membuat agama Islam cukup mundur. Hoxha dikenal sebagai rezim komunis paling anti agama di dunia. Selama masa kekuasaannya, mesjid-mesjid diubah menjadi pabrik dan gedung-gedung teater, bahkan kandang kuda. Sebagian lainnya dihancurkan dan dijadikan obyek wisata. Tampaknya, dibutuhkan waktu lama untuk mendekatkan kembali rakyat Albania pada agamanya sendiri.

Namun, betapapun parahnya kehidupan agama Islam di negeri ini, tetap ada perkembangan positif di sana. Salah satu yang menyebabkannya adalah watak masyarakat Albania yang konservatif dan berjiwa sosial tinggi. Masyarakat Albania umumnya masih memegang teguh beberapa tradisi Islam yang diwariskan orang-orang Turki, seperti upacara pemakaman dan perkawinan. Meski berdampak cukup parah bagi moral rakyatnya, kebebasan yang tengah dinikmati Albania tetap dianggap sebagai kesempatan baik bagi kembalinya Islam sekali lagi ke Albania.

Sikap Pemerintah terhadap Islam

SISWI SEKOLAH ISLAM. Menjaga Identitas

Pemerintah Albania telah mengizinkan kembali kegiatan keagamaan melalui kantor yang khusus menangani urusan agama di bawah naungan kabinet. Kantor Majlis Ulama Islam dibuka kembali. Syekh Sobri Kotschi terpilih sebagai ketuanya. Beliau juga terpilih menjadi mufti negara. Pemerintah juga mengizinkan organisasi Islamic Relief dan organisasi-organisasi lainnya beroperasi di Albania. Meski jumlahnya kalah jauh dibanding dengan organisasi-organisasi Kristen (14 dibanding 100 lebih), kegiatan yang dilakukannya cukup mengherankan banyak orang. Pembangunan dan renovasi mesjid menjamur cepat di mana-mana. Sampai sekarang telah dibangun 300 mesjid.

Beberapa institut ilmu agama juga didirikan. Sekolah-sekolah Islam di bawah naungan Majlis Ulama Islam dibuka kembali dan didukung oleh organisasi-organisasi yang ada. Juga dibuka sejumlah pusat menghafal Alquran dan belajar bahasa Arab. Sayang, seperti dikatkan Syekh Sobri, negara-negara Arab dan Islam kurang menaruh perhatian pada Albania. “Orang-orang Arab merasa cukup hanya dengan memberi bantuan materi saja,” ujarnya. Padahal, yang dibutuhkan muslimin Albania bukan hanya uang untuk membangun masjid atau sekolah, tapi perhatian dalam menghadapi serangan budaya Barat.

Fenomena menarik lainnya adalah kian banyaknya keluarga muslim mengirimkan anak-anak mereka belajar ke negara-negara Arab dan Islam, seperti Arab Saudi, Malaysia, Pakistan, Qatar, Emirat Arab, Mesir, Libia, dan Sudan. Mereka ini sedikit banyak telah menerbitkan harapan Islam di Albania. Beberapa perkumpulan pemuda Islam didirikan oleh para bekas pelajar luar negeri ini. Menurut mereka, syiar Islam harus dilakukan oleh orang Albania sendiri, bukan oleh orang-orang Arab. Sebab hanya orang Albania sendiri yang tahu relitas Albania sesungguhnya.

Belum lama ini juga terbentuk organisasi Kultura Islame (Kebudayaan Islam). Lembaga ini mengemban tugas menyebarkan Islam di kalangan para intelektual. Kultura Islame yang diketuai oleh salah seorang profesor, beranggota 2.000 orang intelektual. Mereka berpandangan, Islam di Eropa tak mungkin disebarkan dengan cara tradisional seperti yang dilakukan Majlis Ulama atau dengan menggunakan cara-cara indoktrinasi. Ini sulit diterima oleh kalangan intelektual. Kultura Islame telah mampu menyelenggarakan sejumlah seminar dengan mengundang cendekiawan, pemikir, dan ulama dari luar negeri.

Berbeda dengan perkumpulan-perkumpulan Islam lainnya, Kultura Islame punya bobot politik yang tinggi. Ini mendorong pemerintah Partai Demokratik pimpinan Presiden Sali Berisha untuk melakukan kerjasama politik dengannya. Pemerintah memerlukan Kultura Islame untuk menaikkan citranya di mata rakyat. Sebab, para anggota Kultura Islame umumnya punya bobot intelektual yang tinggi di Albania. Beberapa tokoh lembaga ini telah didekati Berisha agar mau bergabung dengan Partai Demokrat dalam pemilu tahun ini.

Mungkin sebagai persiapan menghadapi pemilu pula, pemerintah juga mendorong Majlis Ulama Islam bergerak ke wilayah selatan yang banyak didiami warga Kristen Ortodoks keturunan Yunani. Pemerintah Tirana juga turun tangan membantu organisasi-organisasi Islam membangun mesjid dan sekolah-sekolah agama bagi muslimin yang tinggal di selatan. Sebab, masyarakat Kristen keturunan Yunani sering mempersulit pemerintah Tirana. Ini sekaligus dimaksudkan sebagai upaya untuk membentengi wilayah selatan dari kemungkinan ekspansi Yunani. Kedua negara memang sudah lama tak akur.* (Mansyur Alkatiri/AJ)

BACA JUGA:
Muslim Albania: Cemas di Tengah Perubahan
Aksi Bom Penentang Damai di Mindanao
Steven Seagal Tersandung Protes Muslim Amerika

By mansyur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *