Menghijaukan Gurun Sinai
Oleh: Mansyur Alkatiri
Diambil dari: Majalah UMMAT, No. 16 Thn. II/ 3 Februari 1997
Presiden Mubarak resmikan pembangunan sungai buatan, guna mengubah Gurun Sinai menjadi lahan pertanian
Sinai tahun 2005. Gurun tandus itu berubah hijau. Tanah-tanah pertanian subur menghampar, menggantikan padang pasir yang kering kerontang. Sebuah kanal panjang membelah tanah pertanian itu, menyediakan kebutuhan air bagi aneka tumbuhan dan ratusan ribu petaninya. Air yang mengalir lewat sungai buatan itu berasal dari Lembah Sungai Nil.
Itulah proyek raksasa Presiden Mesir Hosni Mubarak untuk mengatasi masalah kian sempitnya lahan pertanian di negaranya, seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk. Pada Kamis 9 Januari lalu, Mubarak meresmikan dimulainya pembangunan Kanal Lembah Baru.
Melalui kanal tersebut, air dari Sungai Nil akan dialirkan ke Gurun Barat, sepanjang 310 kilometer, guna menciptakan 200.000 hektar lahan pertanian baru. Diperkirakan ratusan ribu penduduk Mesir akan pindah bermukim kesana. Lebih dari 60 juta penduduk Mesir saat ini mendiami kawasan sekitar Lembah Sungai Nil dan deltanya. Padahal kawasan tersebut hanya 4 persen saja dari luas wilayah negara itu. Sisanya adalah padang pasir gersang.
Direalisasikannya proyek tersebut, juga bermakna Mubarak telah menggusur semua kritik kelompok oposisi, ahli arkelogi dan lingkungan, selama satu dekade ini.
Ide Anwar Sadat
Ide proyek raksasa tersebut sebenarnya berasal dari Presiden Anwar Sadat semasa berkuasa. Ia menginginkan sebuah kanal yang dinamakannya Kanal Salaam (Kanal Damai), tak lama setelah Israel mengembalikan Sinai kepada Mesir. Menurut sementara kalangan, Sadat berencana menjual air itu ke Israel. Namun rencana itu berantakan, menyusul memburuknya hubungan kedua negara tahun-tahun terakhir ini.
Mubarak yang sudah 14 tahun memimpin Mesir sebenarnya dikenal cukup hati-hati. Makanya banyak orang terkejut melihatnya tiba-tiba begitu antusias pada proyek yang telah 20 tahun terbengkalai itu.
“Kanal itu akan menciptakan tanah subur dan pekerjaan, dan bakal menarik 700.000 penduduk ke Sinai,” kata Abdel Galeel Simedah dari Kementerian Pengairan Mesir kepada kantor berita Reuters.
Ragu-ragu
Muluskah proyek tersebut? Pemerintah sangat optimis. Tapi kalangan pakar, khususnya pakar geologi dan lingkungan meragukannya. “Memompa air ke padang pasir bukanlah ide hebat,” ujar ahli geologi Rushdi Said, peneliti senior di Kairo dan Berlin. “Biayanya sangat mahal. Anda bisa menggunakan air lebih baik bila berkonsentrasi pada Lembah Sungai Nil.”
“Lembah dan Delta Sungai Nil itu menakjubkan. Tak ada duanya di dunia ini. Rencana terbaik semestinya adalah memindahkan industri dan perumahan ke gurun dan membuat sebagian besar lembah itu sebagai tanah pertanian,” sambung Said.
Fouad Serageddin, pemimpin Partai Wafd yang beroposisi juga menyatakan keraguannya, terutama menyangkut biaya proyek yang sangat besar. Menurut beberapa surat kabar pemerintah, dalam empat tahun pertama saja, proyek tersebut akan memakan biaya 810 juta dolar AS.
Biaya sebesar itu bisa menciptakan lobang besar dalam defisit anggaran pemerintah, yang sebenarnya telah menyusut sampai kira-kira 1,1 persen. Padahal penyusutan yang merupakan hasil dari program reformasi ekonomi itu telah membangkitkan harapan bagi perbaikan ekonomi Mesir.
Keberatan juga diungkapkan oleh kalangan ahli arkeologi. Menurut seorang arkeolog, kanal itu akan menghancurkan reruntuhan bangunan kuno peninggalan zaman Romawi.
Kalangan ahli lingkungan khawatir, proyek itu akan mengotori keaslian gurun Sinai. Air yang dibawa adalah air sisa dari tanah-tanah pertanian di wilayah Delta. Air tersebut telah digunakan untuk irigasi lahan pertanian dan sudah tercemar dengan pestisida.
“Masalah nyata di balik kanal itu,” kata Mohammed Saleh dari American University of Cairo, “kualitas air dan dampak lingkungannya.”
Kekhawatiran tersebut ditampik oleh pemerintah yang menjanjikan kanal dan terowongan-terowongannya akan berisi cukup air segar untuk meminimalkan dampak lingkungan. Para insinyur yang mengerjakan proyek itu juga yakin dapat mengkontrol percampuran air segar dan air bekas, karena tersedianya pintu-pintu air raksasa di jalan masuk kanal dan gardu-gardu pompa.
Dalam sebuah wawancara di televisi pemerintah baru-baru ini, Presiden Mubarak menampik semua kritik yang dilontarkan terhadap proyek besarnya itu. “Ada kelompok-kelompok yang selalu menentang setiap langkah bagi kemajuan,” katanya.
Untuk mengejar target waktu, para pekerja bekerja siang dan malam merampungkan proyek raksasa itu. Mubarak nampaknya memilih sikap: Anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu.
[…] JUGA: Proyek Raksasa Hijaukan Sinai Israel Bunuh Yahya Ayyash Israel Bunuh Fathi Shaqaqi, Pemimpin Jihad Islam […]