Oleh MANSYUR ALKATIRI
Majalah UMMAT Thn. I No. 13, 25 Desember 1995 / 3 Sya’ban 1416 H
Mesir melaksanakan pemilu. Tapi partai-partai oposisi merasa dicurangi
“Ini pemilu sandiwara, paling buruk dalam sejarah Mesir, kata Fouad Serageddin, ketua Partai Wafd, kepada Reuters. Serageddin pantas kecewa. Partainya, salah satu partai oposisi terkuat di negeri piramida ini, tak memperoleh satu pun kursi dalam putaran pertama pemilu akhir bulan lalu.
Yang lebih membuat masgul perasaan Serageddin, hasil jelek yang diperoleh partainya dan partai-partai oposisi lainnya ternyata diakibatkan oleh praktik kecurangan selama pelaksanaan pemilu. “Pemilu ini tidak menghargai keingina para pemilih,” kecamnya. Memang pemerintah Mesir dikritik habis-habisan oleh banyak kalangan karena meluasnya kecurangan dalam pemilu ini.
Pemerintah menolak tuduhan kecurangan. “Hasil pemilihan menunjukkan kredibilitas kepemimpinan Mesir dan komitmen Kementerian Dalam Negeri untuk melaksanakan pemilu dengan jujur yang merefleksikan kemauan pemilih Mesir,” kata Mendagri Hassan al-Alfi. Namun kenyataan di lapangan membuktikan yang sebaliknya.
Partai Demokratik Nasional (NDP) milik Presiden Hosni Mubarak menang mutlak dalam putaran pertama, 29 November kemarin. Mereka merebut 124 dari 137 kursi parlemen. Sisanya diraih oleh calon-calon independen yang umumnya pro-NDP pula. Tak ada satu pun calon dari partai oposisi yang mampu meraih kemenangan. Putaran kedua yang dilakukan pada Rabu (6/12) akan memilih calon-calon anggota legislatif bagi 70 persen kursi sisanya. Total anggota parlemen berjumlah 454 orang, termasuk 10 anggota yang ditunjuk presiden. Ada 4.040 kandidat yang berlaga dalam pemilu ini.
Di luar NDP dan Wafd, ada tujuh partai lain yang turut berlaga. Partai Buruh yang dipimpin Ibrahim Shukri dan Partai Liberal yang diketuai Mustapha Kamal Murad, mewakili kelompok Islam. Bersama Ikhwanul Muslimin, kedua partai ini memperjuangkan diterapkannya hukum Islam di Mesir. Ikhwan sendiri dilarang tampil dalam pemilu sebagai sebuah partai. Tapi para anggotanya maju di bawah bendera Partai Buruh atau sebagai calon independen.
Ada dua partai beraliran kiri, masing-masing Partai Tagammu, di bawah pimpinan Khaled Mohieddin yang Marxis dan Partai Nasseris di bawah pimpinan Diaeddin Daud. Mohieddin adalah salah satu perwira bebas yang bersama Gamal Abdel Nasser menggulingkan monarkis Mesir pada 1952.
Praktik Kecurangan
Kalangan oposisi dan aktivis hak-hak asasi manusia mengeluhkan banyaknya pelanggaran serius yang dilakukan panitia pemilu guna memenangkan partai pemerintah. Media massa milik negara digunakan sebagai terompet kampanye bagi NDP. Oposisi dilarang menggunakannya.
Polisi menahan saksi-saksi pemilu dari oposisi. Terutama dari kelompok Islam. “Pemerintah terus melancarkan penangkapan besar-besaran terhadap para saksi dari oposisi, terutama yang berasal dari kelompok Islam,” ujar juru bicara Ikhwanul Muslimun, Ma’moun al-Hodeibi pada Reuters. Ikhwanul Muslimun yang punya pengaruh luas di Mesir adalah ancaman utama bagi dominasi NDP.
Samir Khashaba, calon Partai Buruh di Bandar Assiut, terpaksa mengundurkan diri dari pemilihan sebagai protes terhadap penahanan 60 orang “tim sukses”-nya oleh polisi. “Kesalahan” para pendukungnya itu adalah berusaha mengawasi jalannya pemilu.
Hisham Mubarak dari Centre for Human Rights Legal Aid, menyebutkan, pada Senin (4/12) saja, ada 28 calon saksi pemilu dari Ikhwanul Muslimun yang ditahan di dua distrik di ibu kota Kairo. Menurut kelompok ini, sekitar 500 orang anggota Ikhwan juga telah ditahan sebelumnya, beberapa hari menjelang putaran pertama pemilu.
Televisi negara memberitakan, Ibrahim Shukri, pemimpin Partai Buruh yang pro kelompok Islam, berhasil memenagkan kursi. Tapi kemudian diumumkan tanpa penjelasan, calon NDP telah mengalahkan Shukri. Kejadian seperti ini banyak menimpa calon-calon oposisi yang lain. Ada pula cerita tentang kotak-kotak suara yang “diamankan” di kantor polisi.
Pemilu sudah berakhir. Parlemen baru terbentuk dan partai pemerintah tetap mendominasi. Ini artinya, Presiden Hosni Mubarak bakal aman di tampuk kekuasaan. Sebab, di Mesir, presiden dipilih oleh parlemen. Sikap apatis rakyat Mesir pada pemilu, seperti ditunjukkan oleh rendahnya tingkat partisipasi dalam pemilu lalu -sekitar 25 persen- mungkin dalam jangka pendek turut “mengamankan” posisi Mubarak. Tapi sampai berapa lama hal ini akan berlangsung?* Mansyur Alkatiri
BACA JUGA:
Siprus Turki Menanti Pengakuan
Muslim Bulgaria Kembali Merasa Terancam
Muslim Ethiopia, Mayoritas yang Dipinggirkan
[…] JUGA: Mesir, Pemilu Model Mubarak Siprus Turki Menanti Pengakuan Muslim Bulgaria Kembali Merasa […]
[…] tak jelas apakah pemerintah bakal mengesahkan keberadaan partai ini, terutama mengingat Presiden Hosni Mubarak kini sedang giat-giatnya membabat para aktivis Ikhwan. Puluhan orang aktivis organisasi yang […]