Oleh: Mansyur Alkatiri
Majalah UMMAT No. 5 Thn. I – 4 September 1995 / 8 Rabiul Akhir 1416 H
Raja Fahd merombak kabinetnya besar-besaran. Upaya untuk mengatasi kesulitan ekonomi?
Perubahan kabinet sudah lazim di tiap negara. Tapi tidak di Arab Saudi. Dalam usianya yang cukup tua, baru ada tiga kabinet sebelumnya. Karenanya, dunia agak tersentak ketika Raja Fahd bin Abdul Aziz, mengumumkan perombakkan besar-besaran kabinetnya, 2 Agustus silam. Kabinet keempat dalam sejarah negara gurun ini.
Dari 28 anggota kabinet, ada 13 wajah baru. Tiga menteri berganti pos. Lima orang pangeran, yaitu 4 orang adik Fahd dan seorang keponakannya, Saud Al-Faisal, tetap memegang jabatan strategis.
Yang amat menarik dari kabinet baru ini adalah kehadiran 20 orang menteri yang bergelar doktor, umumnya lulusan universitas Barat. Dua diantaranya jadi perhatian utama karena posisinya yang cukup vital, yaitu Ali bin Ibrahim Al-Nuaimi, menteri perminyakan, dan Dr. Suleiman bin Abdul Aziz Al-Suleim, menteri keuangan dan ekonomi nasional.
Berubah?
Langkah Fahd ini, menurut Arab News (3/8), “merupakan langkah penting kedua yang diambil Raja Fahd dibawah kerangka baru sistem pemerintahan Arab Saudi”. Langkah pertama adalah, pembaharuan struktur politik Kerajaan dengan memaklumkan satu sistem pemerintahan dan Majelis Shura (Dewan Penasehat), Agustus 1993. Dalam keputusan itu pula, masa kerja kabinet dibatasi empat tahun, namun bisa diperpanjang oleh raja.
Meski demikian, menurut kalangan analis, perubahan sekarang lebih disebabkan karena faktor ekonomi. Dominannya kaum teknokrat dalam kabinet, menunjukkan upaya keras Fahd untuk keluar dari kemerosotan ekonomi yang diderita Arab Saudi setelah Perang Teluk 1990-91. Biaya perang, anjloknya harga minyak dan perekonomian yang terkonsentrasi pada keluarga raja, telah menenggelamkan negeri yang pernah berlimpah devisa itu dalam defisit dan utang. Perang Teluk sendiri membebani perekonomian Arab Saudi dengan utang sebesar 55 miliar dolar atau separo dari Produk Domestik Brutonya.
“Perubahan ini memberi darah baru bagi pemerintah Saudi”, ujar seorang analis Saudi. Kalangan diplomat asing di Riyadh yakin, “pengangkatan itu merefleksikan upaya Raja Fahd untuk merevitalisasi pemerintahnya”. Kabinet dulu, yang para anggotanya rata-rata telah memegang jabatan lebih dari dua dekade, gagal mengatasi masalah ini.
Suleiman Al-Suleim, menteri keuangan dan ekonomi nasional yang baru, adalah pendukung berat perluasan peranan sektor swasta. Swastanisasi bisa dipastikan akan dipilih untuk mendongkrak perekonomian negara yang terkonsentrasi dikalangan keluarga raja. Al-Suleim, kelahiran Makkah 56 tahun lalu, sebelumnya menjabat menteri perdagangan.
Ali Al-Nuaimi, 60 tahun, terakhir menjabat sebagai kepala eksekutif perusahaan minyak Saudi, ARAMCO. Ia yang bergabung dengan perusahaan ini sejak usia 12 tahun sebagai office boy, merupakan orang Saudi pertama yang menduduki posisi puncak di perusahaan yang didominasi orang Amerika ini. “Ia orang baik, berpendidikan bagus dalam bidang perminyakan dan punya hubungan dekat dengan Barat dan dengan keluarga kerajaan”, kata seorang pejabat perusahaan minyak AS mengenai diri master geologi dari Stanford University, California ini.
Mereka berdua mendapat jabatan kunci sebulan setelah kabinet menyetujui rencana lima tahun untuk mengembangkan sektor swasta, menghilangkan ketergantungan pada minyak dan memangkas defisit anggaran.
Meski demikian, analis perminyakan meramalkan, penggantian Nazer oleh Al-Nueimi takkan segera mengubah kebijakan perminyakan. Raja Fahd akan tetap jadi penentu. Saudi akan tetap memompa minyaknya 8 juta barrel sehari, sepertiga dari seluruh produksi minyak OPEC. “Kuota 8 juta dollar itu dipatok sendiri oleh Raja Fahd. Tak mungkin seorang menteri perminyakan akan menentangnya”, kata Steve Brann, seorang analis minyak di Bank Kleinwort Benson. (MA)
BACA JUGA:
Kesepakatan Damai Chechnya-Rusia?
Malcolm X, Pahlawan Kulit Hitam yang Kurang Dikenal