Kosovo Diambang Revolusi
Oleh: Mansyur Alkatiri
SUMBER: MAJALAH UMMAT No. 34, Tahun III, 16 Maret 1998 / 17 Zulkaidah 1418 H
Tentara Serbia kembali mengganas. Kini korbannya Muslim Kosovo. Revolusi Kosovo sudah diambang pintu
Sebuah truk Mercedes merah menderu dan berhenti di sebuah lapangan di desa Kilosane, Drenica, 40 km sebelah barat Pristina. Lapangan itu dipenuhi wajah-wajah sedih wanita, yang tak berhenti menangis. Tangis mereka semakin keras, tatkala menyaksikan muatan truk itu dibongkar: 14 jenazah yang telah rusak. Jenazah-jenazah itu lalu dimasukkan ke sebuah gudang gandum. Hampir sekujur tubuh ke-14 mayat penuh bekas luka. Seorang ulama berturban merah lantas membalutnya dengan kain kafan.
Mayat-mayat itu, adalah sebagian dari 24 korban keganasan serdadu Kristen Ortodoks Serbia, akhir Februari. Polisi dan unit paramiliter Serbia yang tengah mencari para pejuang Tentara Pembebasan Kosovo (UCK), menyiksa dan mengeksekusi warga sipil keturunan Albania.
Polisi dan unit paramiliter Serbia yang berseragam serba hitam itu kalap setelah empat rekannya dibunuh oleh pejuang UCK dalam dua serangan terpisah sebelumnya. Dan mereka mengalahkan kekalapan pada warga sipil.
Tentara Pembebasan Kosovo, yang berjuang untuk kemerdekaan Kosovo, sering melancarkan serangan ke pos-pos polisi Serbia dalam bulan-bulan terakhir ini. Tak kurang 50 orang telah tewas, terdiri dari polisi dan pejabat sipil Serbia serta warga Albania yang berkolaborasi dengan penguasa Serbia.
Salah satu korban aksi Serbia di Likosane adalah Sefer Nebiu, yang ditembak dua kali di kakinya. “Kami berada di kamar, coba melindungi keluarga saat helikopter Serbia mulai menembaki desa kami,” jelas Nebiu. “Panser-panser merangsek dan mulai menembak membabi buta. Lalu polisi datang dengan bersenjata berat. Mereka masuk ke rumah saya dengan mendobrak pintu, menggeledah seisi rumah, lalu menembak.”
Anak lelaki dan menantu perempuan Nebiu, Xhemshir dan Rukie Nebiu, tewas seketika. Di saat yang sama, Mohammed Islam Gjeli yang sudah berusia 72 tahun, dengan sebilah kapak berusaha melawan polisi yang menyerbu rumahnya. Tapi orang tua itupun tersungkur bersama anaknya, Naser, dihantam peluru polisi.
//Frustasi//. Banyak sekali cerita duka dan sadis terkuak dari ladang pembantaian itu. Namun duka paling dalam dialami oleh Fihza Ahmeti, wanita 35 tahun. Suami Fihza, Hamze Ahmeti, dan 9 anggota keluarganya ditangkap polisi. Setelah dipukuli dengan popor senjata, mereka di bawa pergi. Senin malamnya (2/3), Fihza menerima surat dari rumah kematian Pristina yang memberitahu kalau 10 anggota keluarganya itu sudah mati. Mayat 10 anggota keluarga Ahmeti itulah yang diturunkan dari truk Mercedes merah, bersama 4 warga Albania lainnya.
Polisi juga membawa pergi beberapa wanita muda dan memperkosanya. “Banyak hal keji yang mereka lakukan pada wanita, tapi terlalu kotor untuk disebutkan disini,” ujar Shaban Shala, wakil ketua Dewan Hak-Hak Asasi Manusia, kelompok HAM etnis Albania.
Kebengisan tentara Kristen Ortodoks Serbia itu ditanggapi keras warga Muslim Albania di Kosovo. Demonstrasi besar pecah di ibukota Pristina Senin lalu, diikuti 50.000 warga Albania. Tapi demonstrasi itu lagi-lago dihadapi dengan tangan besi oleh militer Serbia. Mereka membubarkannya dengan kekerasan. Banyak warga yang cidera, termasuk wartawan dalam dan luar negeri yang meliput aksi itu.
Kosovo berpenduduk 2,1 juta jiwa, 90 persennya adalah keturunan Albania yang umumnya Muslim. Di masa rezim komunis Yugoslavia pimpinan Josip Broz Tito, Kosovo berstatus wilayah otonomi. Namun pada 1989, status itu dihapuskan sepihak oleh Slobodan Milosevic, presiden Serbia. Segala yang berbau Albania diharamkan. Sekolah milik etnis Albania dilarang. Bahkan nama jalan pun diganti dengan bahasa Serbo-Kroasia.
Tak tahan oleh segala penindasan itu, rakyat Kosovo akhirnya menyatakan kemerdekaan Kosovo dari Serbia dan Federasi Yugoslavia pada 1990. Setahun kemudian digelar referendum, yang memilih Dr. Ibrahim Rugova sebagai Presiden Republik Kosovo. Rugova adalah ketua Liga Demokratik Kosova, yang mencita-citakan Kosova merdeka dengan cara-cara damai.
Selama tujuh tahun Rugova berusaha membujuk Serbia untuk mengakui kemerdekaan Kosova, tapi tanpa hasil. Rugova juga gagal mendapatkan pengakuan dari dunia bagi Republik Kosova, kendati sudah puluhan kali melawat ke Amerika dan negara-negara Eropa. ‘Kegagalan’ Rugova kian membuat rakyat frustasi. Para pemuda yang tak sabar lalu membentuk Tentara Pembebasan Kosovo. Para pionirnya adalah warga Kosovo yang pernah bertempur di pihak Muslim Bosnia melawan agresor Serbia.
Di Bosnia, para pemuda itu mendapat pelajaran berharga: Serbia tak kenal bahasa lisan. Mereka hanya tahu bahasa senjata. Maka sekembalinya mereka ke tanah air Kosovo, mereka pun memilih mengangkat senjata. Dengan senjata mereka coba mempertahankan harga diri, yang gagal ditegakkan di meja negosiasi.*
Mansyur Alkatiri
[…] Serbia tunduk dan menjadi negara vassal Turki Usmani setelah kekalahan mereka di Pertempuran Kosovo di tahun […]