Bersatulah Politisi dan Milisi

Oleh: Mansyur Alkatiri

Sumber: Majalah UMMAT, No. 3 Thn. IV, 27 Juli 1998/2 Rabiul Akhir 1419 H

Khawatir dengan kemajuan KLA, Barat urungkan serangan militer ke Serbia. Kekuatan etnik Albania sendiri masih terpecah

Harapan rakyat Albania Kosovo agar Amerika Serikat dan Eropa menyelamatkan mereka dari bahaya pemusnahan massal oleh rezim fasis Yugoslavia, nampaknya susah terwujud. Ada-ada saja alasan yang digunakan oleh dua kekuatan Barat itu untuk menghindari kewajiban kemanusiaan di wilayah yang kini menjadi propinsi Serbia itu. Kini yang menjadi kambing hitam adalah kemajuan yang dicapai gerilyawan Tentara Pembebasan Kosovo (UCK atau KLA).

Keberhasilan milisi bersenjata Kosovo menguasai lebih dari sepertiga wilayah itu dari tangan pasukan Yugoslavia, dijadikan alasan Barat untuk tak menggunakan kekuatan militer terhadap Serbia. “Mereka harus tahu, bahwa pasukan kami takkan datang,” ujar seorang pejabat Departemen Pertahanan pada wartawan Rabu kemarin. Barat katanya, tak ingin serangan itu malah menguntungkan KLA yang mencitakan kemerdekaan penuh negara Kosovo. Barat, -dan Serbia-, hanya setuju status otonomi buat Kosovo.


Beberapa petinggi lainnya, baik di Washington maupun di markas NATO di Brussel juga menegaskan, rencana militer NATO telah dihentikan. AS dan sekutu-sekutu Baratnya kini memfokuskan perhatian pada upaya diplomatik saja. “Tekanan sangat banyak pada aspek politik,” ujar seorang diplomat Barat pada New York Times (16/7). Cuma sedikit gertakan masih mungkin dilakukan NATO.

Minggu-minggu terakhir ini, AS dan para sekutunya mengaku frustasi melihat keengganan gerilyawan KLA menyepakati rencana perdamaian versi mereka. Frustasi itu semakin berat karena mereka bingung siapa sebenarnya yang memimpin etnis Albania, baik secara militer maupun politik. Anehnya, Barat nampak biasa-biasa saja terhadap sikap kepala batu Milosevic, yang terus menerus membantai warga sipil etnis Albania.

Realitas

Terlepas dari kekuatiran Barat, KLA memang semakin hari makin pesat berkembang. Satu tahun lalu, KLA hampir tak dikenal. Warga etnik Albania di Kosovo yang jumlahnya 1,8 juta jiwa hanya diwakili oleh Ibrahim Rugova, presiden yang mereka pilih melalui pemilu yang tak diakui pemerintah Serbia. Rugova menolak cara-cara kekerasan. Etnik Albania meliputi 90 persen dari 2 juta jiwa penduduk Kosovo.

Namun konstelasi kekuatan di Kosovo berubah ketika Slobodan Milosevic mengirim ribuan tentara Serbia ke Kosovo, dan menewaskan tak kurang 300 warga etnis Albania serta mengusir ribuan lainnya sejak tahun ini.

Hanya dalam waktu empat bulan, KLA berubah dari sekumpulan ratusan petani bersenjata menjadi pasukan gerilya yang mungkin paling cepat berkembang di dunia. Saat ini KLA diduga berkekuatan 2.000 orang anggota inti, dan puluhan ribu penduduk desa bersenjata yang siap dimobilisasi.

Dengan uang sumbangan dari warga Kosovo yang bermukim di Eropa dan Amerika Utara, KLA membeli senjata, yang diselundupkan lewat Albania di selatan perbatasan. Tak heran kalau gerilyawan itu kini memiliki senjata anti-tank dan anti pesawat udara, disamping peluncur roket dan senapan Kalashnikov.

Salah satu titik kekuatan KLA nampak di kota Lausha. Setiap orang disini anggota KLA, dari guru sekolah sampai para petani. “Kami semua ingin bertempur, tapi sayang hanya 20 persen yang punya senjata,” ujar Muhamet Gecaj, seorang guru geografi, pada Newsweek (20/7). Saudara sepupunya, Ghani, tiba dari Jerman November lalu untuk membantu pembentukan milisi.

Sukses KLA tak lepas dari dukungan penuh rakyat, terutama di desa-desa dan pinggiran kota. Karena perannya yang menonjol itu, KLA menuntut agar seluruh partai politik etnik Albania mengakuinya sebagai tentara nasional Kosovo. Tuntutan itu disampaikan juru bicara kelompok ini, Jakup Krasniqi, dalam wawancara dengan harian lokal Koha Ditore.

Krasniqi sekaligus menolak partai manapun berbicara atas nama KLA. Jika pemimpin Albania membuka perundingan damai dengan pemerintah Yugoslavia, “Kami akan melanjutkan perjuangan,” katanya seperti dikutip Reuters.

‘Presiden’ Ibrahim Rugova dianggap oleh perunding asing di Kosovo sebagai wakil sah warga etnis Albania. Tapi KLA tak mau mengakui Ibrahim Rugova sebagai presiden Kosovo, dan tak mau mengakuinya sebagai komandannya. “Kebijakan Rugova telah gagal dan memecah belah bangsa Albania,” tegas Krasniqi.

Untuk menengahi perbedaan itu, kini kaum politisi yang mulanya menjaga jarak dengan KLA kini mulai mendekatinya. “KLA sekarang merupakan realitas, faktor yang sangat penting. Kami harus mensinkronkan kegiatan kami dengan KLA,” ujar Bujar Bukoshi, tangan kanan Rugova yang tinggal di Jerman, pada Reuters Television. Bukoshi, yang bertindak sebagai perdana menteri Kosovo di pengasingan, berharap KLA mau bergabung dengan para politisi etnik Albania dalam sebuah front persatuan.*

Mansyur Alkatiri

By mansyur

2 thoughts on “Kosovo Bangkit Melawan Serbia”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *