Oleh MANSYUR ALKATIRI
Artis-artis dunia melawan tabu mengkritik perilaku Zionis Israel
Superstar musik pop dunia, Dua Lipa, meradang. Melalui jaring media sosial twitter, aktris kelahiran Inggris ini mengecam iklan satu halaman penuh di New York Times, surat kabar terbesar di Amerika Serikat, yang menuduhnya anti-Semit. Iklan itu memuat fotonya bersama dua model kakak-beradik, Gigi dan Bella Hadid, disertai tulisan: “Temui brigade influencer Hamas yang baru”.
Iklan yang tentu sangat mahal harganya itu dibuat oleh World Values Network (WVN), sebuah lembaga Yahudi yang mengaku bergiat menyebarkan nilai-nilai universal Yahudi di bidang politik, budaya dan media.
“World Values Network tanpa rasa malu telah memakai nama saya dalam kampanye buruk mereka yang penuh kebohongan,” kata Dua Lipa dalam cuitannya. “Saya berdiri untuk menyatakan solidaritas terhadap orang-orang yang tertindas dan menolak semua bentuk rasisme.“
Dua Lipa pantas geram karena iklan World Values Network itu sangat provokatif dan tendensius. Ia bersama Gigi dan Bella hanya menyatakan protes terhadap penguasa Israel yang mengusir keluar ratusan warga Palestina dari rumah-rumah milik mereka di perkampungan Syekh Jarrah, Jerusalem, untuk digantikan dengan para imigran dari Amerika dan Eropa. Tapi WVN dalam iklannya justru menuduh mereka bertiga sebagai “mega-influencer” HAMAS, organisasi perlawanan Palestina yang oleh Amerika Serikat dan kalangan Yahudi Internasional dituduh teroris.
Dua Lipa adalah anak dari imigran etnis Muslim Albania asal Kosovo, sedangkan Gigi dan Bella Hadid adalah warga negara Amerika Serikat keturunan Palestina.
Lipa saat ini sedang berpacaran dengan Anwar Hadid, adik laki-laki Gigi dan Bella Hadid. Kakak-beradik yang menjadi model terkenal ini memang tidak sembunyi-sembunyi untuk mendukung Palestina, tanah air ayah mereka, dan dalam kritik mereka terhadap Israel selama serangan Israel di Gaza. Selain mereka, banyak selebriti lainnya yang juga bersikap sama dengan Lipa, Gigi dan Bella, misalnya Michael Moore, Roger Waters, Zayn Malik, The Weeknd dan Mark Ruffalo. Mereka juga mengekspresikan dukungan mereka pada warga Palestina melalui twitter.
Apa yang dilakukan World Values Network sebetulnya merupakan bentuk intimidasi yang terorganisasi terhadap orang-orang, apalagi yang punya pengaruh luas seperti artis besar, yang berani mengkritik tindakan bengis Zionis Israel di Palestina. Tujuannya jelas agar orang-orang itu berhenti mengkritisi Israel, hingga semua kejahatan Israel terus tertutupi.
Di masa lalu, tindakan intimidasi seperti itu sangat efektif. Bintang film terkenal Marlon Brando misalnya sampai harus menangis meminta maaf secara terbuka di depan Rabbi Marvin Hier karena komentarnya di sebuah wawancara di stasiun televisi CNN. Aktor film Godfather ini meminta orang-orang Yahudi lebih peka terhadap penderitaan kelompok etnis lain. Menurutnya, Hollywood telah mengeksploitasi stereotip-stereotip rasial yang negatif kecuali terhadap Yahudi sendiri, padahal Hollywood dimiliki dan kuasai orang-orang Yahudi.
Namun, intimidasi seperti itu nampaknya tak lagi mempan di era media sosial saat ini. Di zaman keterbukaan informasi, di mana setiap orang mudah merekam sebuah perisitiwa, lalu menyebarkannya melalui media sosial hingga menjadi viral, kaum Zionis Israel akan semakin sulit menipu masyarakat dunia. Era media mainstream yang dikontrol kekuatan Zionis Yahudi sudah berakhir. Demonstrasi besar-besaran mendukung Palestina yang meledak di seluruh Eropa dan Amerika hari-hari ini, yang diikuti pula oleh para selebriti dunia, telah menjadi bukti betapa intimidasi-intimidasi seperti itu tak lagi efektif.
Era media sosial telah membuka banyak mata pada kebrutalan Zionis Israel di tanah Palestina yang sebelumnya selalu tertutup. Sehingga seorang Lena Headey, salah satu aktris terkenal Inggris yang berperan sebagai Cersei Lannister dalam film “Game of Thrones” pun sekarang berteriak dalam akun instagram-nya, “This is not a Jewish state but an apartheid Zionist regime … this is a colonisation of ethnic cleansing upon an oppressed and imprisoned group of people.” Sungguh, ini hal yang sulit dibayangkan terjadi di sepuluh tahun lalu, apalagi sebelumnya.*