Janji Demokrasi Jenderal langka
Oleh: MANSYUR ALKATIRI
Dari: MAJALAH UMMAT Thn. IV No. 04, 3 Agustus 1998 / 9 Rabiul Akhir 1419 H
Penguasa baru Nigeria janjikan pemilu dan pemulihan demokrasi. Namun pro-kontra masih ada di masyarakat
Penguasa baru Nigeria Jendral Abdulsalam Abubakar lebih memilih menyelamatkan Nigeria dibanding kekuasaan pribadinya. Dalam sebuah pengumuman di televisi Senin (20/7) lalu, ia berjanji mengadakan pemilu dan menyerahkan kekuasaan kepada sipil pada 29 Mei 1999. Nigeria pun siap kembali ke alam demokrasi.
Jendral Abubakar juga membubarkan komisi pemilu dan 5 partai politik bentukan pemerintah militer sebelumnya. Tak hanya itu, ia memerintahkan pula pencabutan semua tuduhan terhadap tahanan politik dan janji independensi bagi lembaga peradilan negeri itu.
“Pemerintah sekarang punya komitmen kuat untuk menyerahkan negara pada pemerintah yang terpilih secara demokratis,” ujar Abubakar dalam pidato yang disiarkan televisi setempat ke seluruh negeri.
Pengumuman Abubakar itu disambut baik di luar negeri. Namun di dalam negeri masih ada yang meragukannya. Mereka umumnya para pengikut tokoh oposisi Moshood Abiola, yang meninggal dalam penjara 7 Juli lalu.
“Tak ada yang baru dalam pidato itu. Itu anggur lama dalam botol baru,” tukas Gani Fawehinmi, pengacara yang juga ketua Joint Action Committee of Nigeria (JACON), pada Reuters. JACON beranggota 55 kelompok demokrasi dan menginginkan dibentuknya pemerintahan nasional untuk memutuskan masa depan negara kaya minyak itu. Pemerintahan itu harus berisi seluruh unsur masyarakat. Ide ini ditolak Jendral Abubakar.
JACON adalah salah satu pendukung klaim kepresidenan Moshood Abiola. Ketika penguasa militer Jendral Sani Abacha meninggal 8 Juni silam, Fawehinmi menyerukan agar kekuasaan diserahkan pada Abiola yang waktu itu di penjara. Abiola menyatakan diri sebagai presiden Nigeria itu pada 1994, dan karenanya ia dipenjara rezim Abacha. Dalam pemilu 1993, ia memang diduga kuat menang. Namun militer menjegalnya.
Waspada
Tapi berbeda dengan sikap JACON, kelompok pendukung Abiola lainnya National Democratic Coalition (NADECO), mulai melunak. Kelompok pimpinan Wole Soyinka, peraih hadiah nobel kesusasteraan, Kamis lalu menyambut baik keputusan Abubakar untuk mengijinkan pembentukan partai secara bebas. Soyinka kini ada di pengasingannya di London.
NADECO memang tak bicara mendukung rencana pemilu Abubakar, sebab menginginkan sebuah konferensi nasional untuk memutuskan nasib negeri multi netnik itu. Sebagai pendukung Abiola, NADECO dan JACON berbasis di wilayah barat daya, dan berasal dari etnis Yoruba. Abiola juga seorang etnis Yoruba.
Perbedaan etnik dan daerah selama ini menjadi sebab rapuhnya demokrasi di Nigeria. Lobang itulah yang dimanfaatkan oleh militer untuk berkuasa sejak negara itu merdeka dari Inggris pada 1960. Dalam waktu sepanjang itu, sipil hanya memerintah selama 10 tahun.
Perbedaan itu semakin menajam setelah pemerintahan Jendral Ibrahim Babangida menganulir pemilu 1993, yang diduga kuat dimenangkan Moshood Abiola, dari wilayah selatan. Babangida berasal dari utara, sama dengan Sani Abacha dan Abubakar. Wilayah utara didominasi suku Hausa yang Muslim. Sedang selatan didominasi suku Ibo dan Yoruba.
Para politisi yang dulu mau berkolusi dengan Abacha, tak mau ketinggalan berlomba membuat partai baru, sebab partai mereka kini dibubarkan. Sedang beberapa kelompok kepentingan, tengah pula bersiap mendirikan partai dan menekan Abubakar agar memegang janjinya.
Meski harus menunggu 9 bulan lagi, rakyat Nigeria kini punya harapan lagi untuk hidup lebih beradab, setelah puluhan tahun berada dibawah tangan kotor militer yang hanya tahu bahasa bedil. Pada Jenderal Abubakar harapan itu ditumpukan. Abubakar menjanjikan pemerintahan transisi paling cepat dibanding tujuh penguasa militer sebelumnya. Jika rencana itu terealisir, berarti ia memerintah tak sampai satu tahun.
Abdulsalam Abubakar adalah seorang perwira tinggi dengan kepribadian langka. Ia dinilai bersih, taat beragama, santun bila berbicara, dan tak punya ambisi politik. Seluruh karir hidupnya dihabiskan di ketentaraan, sementara rekan-rekannya berebut jabatan sipil dan bergelimang korupsi-kolusi.
“Memulihkan demokrasi, akan lebih baik bagi negeri ini. Lebih baik pula bagi kita (militer) dalam menjalankan tugas,” kata Abubakar kepada para perwira AB di National War College. Namun jenderal langka ini harus waspada pada mayoritas perwira tinggi yang selama ini menikmati sistem korup rezim-rezim sebelumnya. Mereka tetap yakin, bahwa cara Soeharto di Indonesia adalah pilihan tepat bagi Nigeria. Tepatnya mungkin, bagi perut mereka.
BACA JUGA:
Kosovo Bangkit Melawan Serbia
Astana, Ibukota Baru Kazakhstan
Bulgaria, Eksodus Baru Muslim