Membangkang Sampai ke Bulan
Oleh: Mansyur Alkatiri
Majalah UMMAT Thn. I No. 16, 5 Februari 1996 / 15 Ramadhan 1416 H
Tokoh hak-hak asasi Arab Saudi di usir dari Inggris. London pilih uang daripada hak-hak asasi.
Semboyan bisnis lebih penting dari hak-hak asasi, rupanya bukan monopoli negara Dunia Ketiga. Inggris juga mempraktekannya. Demi memelihara hubungan bisnis dengan Arab Saudi, pemerintah London memerintahkan deportasi terhadap tokoh oposisi sekaligus pejuang hak-hak asasi Saudi, Dr. Muhammad al-Mas’ari (49) dan Dr. Sa’ad al-Faqih pada 9 Januari lalu. Al-Mas’ari, ahli fisika yang tiba di negeri ini pada April 1994, adalah tokoh utama Committee for the Defence of Legitimate Rights (CDLR) yang berpusat di London.
Mas’ari diberi waktu 10 hari untuk mengajukan banding. Kalau kesempatan ini tak digunakan, ia akan segera dipindahkan ke Republik Dominika, di Karibea. Al-Mas’ari tahun lalu juga sudah akan dikembalikan ke Yaman, darimana ia dulu masuk ke Inggris. Namun rencana ini digagalkan pengadilan yang menganggap itu akan membahayakan jiwa Mas’ari.
Tekanan
Menurut banyak pengamat, Inggris mengambil tindakan itu akibat tekanan keras dari Riyadh. Menurut Anne Widdecombe, juru bicara pemerintah Inggris, pada Radio BBC, “kegiatan Mas’ari telah menyulitkan hubungan kami dengan Saudi”. Tapi ia menolak adanya tekanan langsung dari Saudi. “Saat ini kami simpulkan bahwa kepentingan Inggris secara keseluruhan telah mengharuskan pemindahan dia. Kami punya hubungan ekspor yang amat besar,” lanjutnya.
Pengusiran al-Mas’ari ini dicela oleh ketua kelompok hak-hak asasi manusia parlemen Inggris, Lord Eric Avebury, yang mengaanggap tindakan itu melanggar Konvensi PBB. George Galloway, anggota parlemen dari partai Buruh, yang aktif berkampanye bagi hak-hak bangsa Palestina dan Kashmir, mengatakan pada surat kabar Pakistan Dawn, “mendeportasi Mas’ari ke tempat pengasingan mirip Elba itu adalah perbuatan kotor, sama saja dengan menyembah pada dealer senjata di Inggris dan diktator di Riyadh.”
Inggris memiliki hubungan dagang cukup besar dengan Arab Saudi, termasuk kontrak-kontrak militer. Arab Saudi yang berada di urutan 18 dalam daftar pasar ekspor Inggris, membeli produk Inggris sekitar 2.25 milyar dolar AS pada 1994. Delapan tahun lalu Arab Saudi menandatangani kontrak untuk membeli senjata senilai 7.5 milyar dolar AS dari Inggris, termasuk 48 pesawat tempur pembom Tornado.
Kritik Panas
CDLR amat vokal mengkritik pemerintah Saudi, melalui newsletter yang dikirim via fax setiap hari ke negeri petro dollar itu. Isinya membongkar praktek-praktek korupsi keluarga kerajaan, pelanggaran hak-hak asasi manusia serta menyerukan pemilihan umum.
Newsletter tersebut dikirim ke nomor-nomor fax perusahaan, kantor-kantor pemerintah dan perorangan. Isinya sering amat ‘panas’. Antara lain berita yang mengutip laporan dokumen pemerintah AS yang menyatakan bahwa Raja Fahd dan saudaranya, menteri pertahanan Pangeran Sultan, bersama dua anaknya yaitu Bandar dan Khalid, menerima bersih 25 milyar dolar dari kontrak-kontrak dagang dengan AS, sebelum dan sesudah Perang Teluk. Pangeran Sultan yang bersaing dengan Putera Mahkota Abdullah untuk menggantikan Fahd, memang paling banyak menjadi sasaran kritik CDLR. Sultan yang dikenal amat dekat dengan AS ini juga paling keras sikapnya terhadap para pengkritik kerajaan.
Untuk mengganjal penyebaran buletin fax CDLR, menurut laporan majalah Impact, seluruh mesin fax di kantor-kantor pemerintahan sekarang diletakkan di satu tempat yang aman. Setiap fax yang masuk tak boleh diambil sampai seorang dari ‘kantor menteri’ membersihkannya. Meski demikian, kawat-kawat CDLR tetap di copy orang sampai ratusan ribu dan disebarkan ke seluruh negeri.
Menurut Impact, kenyataan itu bisa terjadi nampaknya karena ada simpati dari kalangan resmi di pemerintahan terhadap aktifitas gerakan ini. Simpati itu terlihat jelas dari banyaknya umpan balik dari para simpatisan yang tak menyebut nama, yang memungkinkan CDLR memperoleh banyak fakta di Saudi. Dan para pengirim itu bisa dipastikan orang-orang yang duduk dalam pemerintahan.
Sejauh ini Mas’ari masih menolak dipindahkan ke Dominika karena merasa tak aman berada di negeri Karibea itu. Ia bertekad melawan perintah pengusiran itu di pengadilan banding. Dan akan terus berkampanye menentang penguasa Riyadh “meski dideportasi sampai ke bulan.”
Tapi apapun keputusan pengadilan nanti, London sepertinya telah mencoreng muka sendiri. “Keyakinan bahwa Inggris merupakan tempat perlindungan paling aman bagi mereka yang mencari hak-hak asasi, telah goyah,” tukas seorang pembantu Mas’ari.*
[…] JUGA: Inggris Usir Oposan Arab Saudi Pemurtadan Gaya Amerika Malcolm X, Pahlawan Kulit Hitam yang Kurang […]