Oleh MANSYUR ALKATIRI

Majalah UMMAT Tahun II No. 1, 8 Juli 1996 / 22 Safar 1417 H

Erbakan ditunjuk kembali membentuk pemerintahan. Dan, Ciller, yang tersudut karena tuduhan korupsi, kini mendekatinya.

SHALAT. Berharap Islam memerintah

Sebulan lalu, Tansu Ciller, ketua Partai Jalan Sejati (DYP), dan rekan koalisinya dalam pemerintahan, PM Mesut Yilmaz, dipersalahkan terlibat skandal keuangan oleh parlemen Turki. Lantas, pemerintahan koalisinya juga dituduh mencurangi suara dalam mosi percaya parlemen. Mahkamah Agung memutuskan mosi yang menjadi jalan bagi pemerintahan koalisi sekular Partai Tanah Air (ANAP)-nya Mesut Yilmaz dan Ciller itu tak sah.

Perancang utama kedua tuduhan itu adalah Partai Kesejahteraan (Refah). Para anggotanya di parlemen dengan keras menyerang wanita mantan perdana menteri itu. Akhirnya, pada 6 Juni lalu, koalisi Yilmaz-Ciller ambruk.

Mampukah kini Partai Refah memerintah Turki? Presiden Sulaiman Demirel menunjuk Refah kembali untuk membentuk pemerintahan. Sejak pemilu Desember lalu, Refah menjadi partai terbesar dalam parlemen dengan 21,32 persen suara. Namun, perolehan kursi itu tak cukup membuatnya memerintah sendiri. Sementara partai-partai lainnya yang beraliran sekular dan takut pada warna Islam Refah, berusaha menjaga Refah agar tetap berada di luar pemerintahan.

Di hari-hari ini mungkin bakal muncul terobosan penting guna mengatasi deadlock politik di Turki. Majalah The Economist edisi terakhir melihat dua faktor yang menjadi penyebabnya. Pertama, Tansu Ciller yang tak mau diseret ke pengadilan gara-gara tuduhan korupsi, bersedia bekerjasama dengan siapa pun -termasuk dengan Partai Islam Refah- guna melindungi diri. Kedua, kalangan petinggi militer Turki, yang sejak masa kekuasaan Kemal Ataturk di tahun 1920-an telah bertindak sebagai penjaga utama tradisi sekularisme dan telah menjatuhkan pemerintah sebanyak tiga kali sejak 1960, mungkin tengah dilanda kebimbangan bertindak.

Namun, waktu telah berubah. Kelompok Islam agaknya kini punya harapan lebih besar untuk berkuasa daripada sebelumnya. Salah satu alasannya adalah tokoh penting yang mendekati Refah justeru Tansu Ciller sendiri. Perundingan terus berlangsung di antara kedua kubu.

Ciller berubah haluan setelah patah arang dengan Mesut Yilmaz. Ciller kecewa berat dengan Yilmaz dan ANAP yang mendukung mosi korupsi terhadap dirinya di parlemen. Dan kini Ciller sedang menyiapkan pukulan balik bagi seteru utamanya di panggung politik Turki itu. “Dulu saya katakan bahwa Yilmaz akan pergi. Tapi sekarang saya katakan, dia akan pergi tanpa harapan sedikit pun untuk kembali,” tegas Ciller. “Wanita besi” dari Balkan ini menganggap Yilmaz telah menusuknya dari belakang.

Refah dan DYP punya waktu 45 hari terhitung dari 6 Juni untuk membentuk pemerintah baru. Bila gagal, presiden Demirel akan menunjuk pemerintahan sementara sampai pemilu baru diselenggarakan. Jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan, bila pemilu baru dilangsungkan, Refah bakal meraih suara lebih banyak dari pemilu sebelumnya. 

Tapi, apakah militer akan membiarkan Refah berkuasa? Pada masa lalu, militer berhasil mencegah kelompok Islam berperan besar dalam pemerintahan, meski Erbakan waktu itu hanya menjadi bagian dari koalisi. Sampai kini pun militer Turki tetap takkan membiarkan tradisi sekularisme rontok. Bila Ciller memutuskan bersekutu dengan Refah yang Islam, para jenderal mungkin akan kesulitan menghentikannya. Tapi mereka mereka masih punya jalan untuk mendeskreditkan Ciller di mata rakyat. Apalagi Ciller memang rentan tuduhan korupsi. Akibatnya, persekutuan Ciller-Erbakan jadi akan sulit bertahan.* (MA)

BACA JUGA:
Geliat Perlawanan Pribumi Uighur di Xinjiang
Islam di Kenya
Siprus Turki Menanti Pengakuan

By mansyur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *