Libur Hari Raya? No!
Oleh MANSYUR ALKATIRI
Majalah UMMAT Thn. II No. 3, 5 Agustus 1996 / 20 Rabiul Awal 1417 H
“Gereja Bersatu” tolak libur Hari Raya Muslim
Setelah terlepas dari penindasan penjajah Portugis dan rezim Marxis Frelimo, Muslimin Mozambik ganti menghadapi tantangan diskriminasi dari Gereja Katolik dan Kristen. Bersama partai oposisi utama, Renamo, tokoh-tokoh Katolik dan Kristen menolak undang-undang (RUU) tentang libur Hari Raya Islam.
Parlemen Mozambik telah meloloskan undang-undang yang menyatakan dua hari raya Islam, Idul Fitri dan Idul Adha, sebagai hari libur umum. Undang-undang itu diajukan oleh 59 anggota parlemen Muslim dan didukung oleh partai Frelimo yang memerintah.
Tapi, agar punya kekuatan hukum, UU itu harus disahkan presiden.
Presiden Joaquim Chissano masih menenggang protes Gereja Katolik Roma dan Protestan, meski sudah berkali-kali membujuk mereka agar mengakhiri kontroversi itu. April lalu, Presiden Chissano secara khusus meminta agar gereja menghargai kebebasan setiap warga negara guna menghindari konflik agama.
Kenapa kalangan gereja menentang hari libur Islam? Bukankah mayoritas penduduk Mozambik adalah Muslim? “Kami menentangnya karena bila ini disetujui, Muslim akan memaksakan undang-undang lainnya,” tuduh Kardinal Dom Alexandre dos Santos, seperti dikutip kantor berita DPA. Bahkan, dengan pongahnya sang kardinal mengatakan, “Besok kami bakal melihat fundamentalisme (Islam) akan mengambil alih kekuasaan.” Uskup Besar Beira, Dom Jaime Goncalves menimpali, “Ini proses yang bisa digambarkan sebagai islamisasi negara.” Tapi, kardinal dan uskup fundamentalis ini tak membawa bukti apa-apa, kecuali prasangka buruk.
Ketika berkuasa pada 1975, kelompok marxist Frelimo memang mengubah hari libur Natal menjadi Hari Keluarga. Ini dijadikan alasan oleh kalangan Kristen bahwa mereka juga tak punya libur umum. Padahal, meskipun namanya Hari Keluarga, pada 25 Desember itu tetap saja menjadi hari libur nasional. “Hari Minggu juga hari libur Kristen,” timpal seorang Muslim.
Muslim
Perkembangan Islam di negeri yang beribu kota Maputo ini memang tengah meningkat, seiring dengan tanggalnya ideologi marxis-ateis dari tubuh pemerintah Frelimo. “Setiap bulan ada beberapa orang berpindah agama menjadi Muslim,” kata Sabati Omar (25), yang menggunakan waktu istirahat di tempat kerjanya -sebuah toko serba ada- guna membantu membangun kubah masjid di Boane, daerah pedesaan di Mozambik selatan. “Mereka melihat, betapa kami bekerja keras dan hidup bersih. Agama kami memberikan harapan bagi orang miskin,” jelasnya.
Mozambik terletak di pantai timur Afrika, di bagian selatan Benua Afrika. Sudah sejak 800 tahun lalu, para pedagang Arab membawa agama Islam ke negeri indah ini. Di Mozambik banyak terdapar bandar alam besar. Penjajah Portugis yang datang 300 tahun kemudian, memaksakan agama Katolik pada umat Islam dan warga animis. Orang-orang Islam ditindas keras dan dipaksa memakai nama Kristen. Meski demikian, Islam masih tertanam kuat di sana, terutama di bagian utara.
Menurut sebuah cerita, nama Mozambik punya kaitan dengan Muslim. Saat pertama kali menginjakkan kaki di negeri yang kaya kayu eboni dan jati Afrika ini, orang-orang Portugis menghentikan seorang anak kecil dan menanyai namanya. “Musa ibn Beg,” jawab anak itu. Lidah Potugis kemudian menyebutnya Mozambik.
Menurut Journal of the Institute of Muslim Minority Affairs, pada 1979, jumlah Muslim Mozambik ada sekitar 5.250.000 (45%) dari 11.670.000 penduduknya. Sementara Katolik ada 24% dan Protestan 21%. Jadi, Muslim sebenarnya mayoritas. Mereka terutama tinggal di empat propinsi utara: Nampula, Zambezia, Cabo Delgado dan Niassa. Makua, suku terbesar yang berjumlah 4 juta jiwa, mayoritasnya juga Muslim. Mazhab Syafi’i paling banyak dianut. Rendahnya tingkat pendidikan, akibat diskriminasi penjajah Katolik Portugis, menyebabkan Muslim tertinggal di semua bidang.
Munafik
Melihat fakta-fakta tersebut, agaknya benar sinyalemen Nazir Lunat, seorang pengusaha Muslim yang juga anggota parlemen dari Frelimo. Dengan menolak kekhawatiran bahwa libur Ied bisa menjadi awal dari gelombang fundamentalisme, Lunat mengatakan, “Kami telah hidup bersama selama 500 tahun. Mereka takut kekuasaan mereka beralih ke tangan kami.”
Lunat kini tengah memimpin pembangunan sebuah masjid di distrik makmur Polana, di ibu kota Maputo. Di Maputo saja kini ada 23 mesjid. Beberapa pengamat mengatakan, negara-negara Arab telah mendanai pembangunan masjid-masjid di seluruh Mozambik. Tapi Lunat menolak keras pernyataan itu.
Pemimpin masyarakat muslim, Abdul Aziz Latif, sependapat dengan Lunat. “Gereja Katolik Roma bersikap munafik dan tidak jujur dalam berhubungan dengan umat agama lain,” katanya mengritik, seperti diungkap majalah Impact. Ia terutama mengkritik ketua Renamo, Afonso Dhlakama, yang selalu berbicara tentang ketidakadilan terhadap Muslim, tapi ketika saatnya tiba, anggota-anggota Renamo di parlemen mengambil jarak pada Muslim.* Mansyur Alkatiri
[…] JUGA: Ironi Perang Saudara di Filipina Gereja Tolak Libur Hari Raya Muslim di Mozambik Kesepakatan Damai […]