Oleh MANSYUR ALKATIRI

Majalah UMMAT, Tahun I No. 25,  10 Juni 1996 / 23 Muharam 1417 H

Rabbani dan Hekmatyar Rujuk. Diplomasi Embargo

MILISI TALIBAN. Tak mau berunding dengan rezim Kabul

Gulbuddin Hekmatyar, pemimpin faksi Hezb-i-Islami yang namanya sempat tenggelam setelah pasukannya terdepak oleh milisi Taliban, kini muncul kembali. Tak tanggung-tanggung, kemunculannya membawa serta kejutan besar, bergandengan dengan Presiden Burhanuddin Rabbani, musuh utamanya. Padahal, sejak kejatuhan Kabul ke tangan Mujahidin pada 1992, Hekmatyar dan Rabbani terlibat dalam pertarungan berdarah.

Rujukkah mereka berdua? Mungkin saja. Pasukan kedua kelompok itu kini saling bahu membahu menghadapi milisi Taliban yang mengepung ibukota Kabul.

“Kedua belah pihak tengah merundingkan perjanjian politik yang memungkinkan Hekmatyar kembali ke Kabul sebagai perdana menteri, seperti disepakati pada 1992 namun tak pernah dijabatnya,” ujar seorang diplomat asing pada Far Eastern Economic Review.

Aliansi baru ini menguntungkan keduanya. Bagi Presiden Rabbani, aliansi dengan Hetmatyar akan memperbaiki kredibilitas pemerintahannya yang kurang mengadopsi kekuatan suku Pashtun yang merupakan mayoritas di Afghanistan. Hezb-i-Islami adalah milisi Pashtun terbesar. “Pemerintahan yang didominasi suku Tajik sekarang bisa mengklaim punya orang-orang Pashtun di sisinya,” kata diplomat yang sama.

BURHANUDDIN RABBANI

Secara militer, aliansi ini juga menambah kekuatan pasukan pemerintah. Rabbani yang menguasai tak sampai seperempat wilayah Afghanistan, sekarang meraih kemajuan pesat dalam operasinya merebut kota Herat yang dikuasai milisi Taliban. Sebelumnya, mereka berhasil menaklukan sebagian besar provinsi Dhor di sebelah Barat, sebagai jalan pembuka ke Herat.

Hekmatyar juga beruntung. Namanya kembali terangkat setelah pasukannya diusir oleh milisi Taliban dari pinggiran Kabul tahun lalu. Ia akan menjabat perdana menteri. Faksinya juga akan memperoleh pos menteri pertahanan yang selama ini dipegang orangnya Rabbani, Ahmad Shah Masood. Mengingat jabatan menhan termasuk salah satu bidang utama sengketa kedua faksi, ini kemenangan bagi Hekmatyar. Hekmatyar menolak faksi Jemaat-e-Islami yang minoritas memegang jabatan presiden dan menteri pertahanan sekaligus.

Diplomasi Embargo

GULBUDDIN HEKMATYAR

Di tengah kecamuk peperangan, muncul perkembangan baru di medan diplomasi. Amerika Serikat tertarik kembali pada Afghanistan setelah empat tahun melupakan negeri yang pernah dibantunya mengusir penjajah Uni Soviet. Untuk pertama kalinya, dalam 7 tahun, AS mendukung ide embargo senjata kepada para panglima perang Afghan, yang menjadi bahan perdebatan dalam sidang Dewan Keamanan PBB 10 April lalu.

Pertengahan April lalu, Robin Raphel, asisten menlu AS bagi kawasan Asia Selatan, mengunjungi Pakistan, Afghanistan dan Rusia. Washington tengah menilik kembali kebijakannya terhadap proses perdamaian. Sebagai langkah pertama, AS berusaha membujuk negara-negara tetangga Afghan agar tidak campur tangan di negeri itu. AS juga mendukung upaya PBB untuk mengadakan konferensi perdamaian yang melibatkan seluruh faksi Afghan.

Kenapa kini Washington balik perduli kepada Afghan? Kalangan pengamat menilai, itu disebabkan oleh faktor Iran. Musuh besar AS ini tengah mencuat pengaruhnya di Afghan, setelah mampu mendamaikan Rabbani-Hekmatyar. Iran banyak membantu pemerintah Kabul. Sumber-sumber intelijen Barat bahkan menceritakan, Ahmad Shah Masood telah memberi senjata dari uang bantuan Iran kepada pasukan Hekmatyar.

Meski curiga pada dukungan Teheran atas Kabul, AS menginginkan Iran bergabung dalam upaya embargo senjata dan membantu penyelesaian damai. Menurut seorang diplomat senior Barat di Islamabad, upaya perdamaian merupakan satu-satunya jalan untuk mengekang pengaruh Iran di Afghanistan.

Hubungan Pakistan dengan Kabul kini juga membaik. Selama ini Rabbani menuduh Islamabad mendukung Hekmatyar dan kemudian Taliban. Pakistan juga memperbaiki hubungan dengan Iran. Ini membantu keduanya menengahi perang saudara di Afghan. Presiden Rabbani sendiri terus melancarkan ofensif diplomatik ke Iran, Turkmenistan, Tajikistan dan Uzbekistan.  Kabul juga berunding dengan panglima perang milisi Uzbek Rashid Dostam, anggota aliansi oposisi anti-Rabbani. Dostam dibantu Rusia dan Uzbekistan.

Semua faksi kini mengaku ingin mengakhiri campur tangan asing dan akan menyusun pemerintahan yang melibatkan semua kelompok. Begitu pun negara-negara tetangga. Tapi, sejauh ini, komitmen perdamaian belum terbukti dalam kenyataan. Tanpa perdamaian nyata, perang saudara yang telah memporak-porandakan jantung Asia Tengah itu akan terus berlanjut.* (Mansyur Alkatiri)

BACA JUGA:
Kemenangan BJP Resahkan Muslim India
Kashmir, Pemilu untuk Siapa?
Rusia Bunuh Presiden Dudayev

By mansyur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *