MENEBAK CALON FINALIS
Oleh: Mansyur Alkatiri
Dari: Majalah UMMAT, No. 51 Thn. III/ 13 Juli 1998
Brasil dan Perancis dijagokan ke final. Namun empat tim lainnya juga tak kalah hebat
Tak terasa, sudah satu bulan pesta sepakbola sejagat berputar. Dan minggu ini akan terlihat siapa tim yang paling pantas menyandang sebutan juara dunia. Mampukah Brasil mempertahankan gelar juara yang direbutnya empat tahun silam di Amerika? Ataukah Perancis mampu memanfaatkan posisinya sebagai tuan rumah dengan merebut piala bergengsi itu untuk pertama kalinya?
Dua tim diatas paling banyak disebut bakal bertemu di babak final 12 Juli mendatang, di Stadion Stade de France, Saint Denis. Diantara 32 tim yang terjun di putaran final Piala Dunia 1998 ini, Brasil dan Perancis dikenal sebagai tim yang memiliki lini tengah paling hebat. Dalam sepakbola moderen, kekuatan lini ini menjadi kunci sebuah tim untuk menang.
Di Tim Samba terdapat nama Dunga, Cesar Sampaio sebagai gelandang bertahan, serta Leonardo, Rivaldo, Giovanni dan bintang muda Denilson sebagai gelandang serang. Pelatih Mario Zagallo, harus memutuskan empat pemain diantara mereka untuk turun di setiap pertandingan, sesuai pola 4-4-2 yang disukainya.
Sementara Tim Biru (Les Bleus) punya empat serangkai maut, yaitu ‘Si Jenius’ Zinedine Zidane, Youri Djorkaeff, Didier Deschamps dan Emmanuel Petit. Ini mengingatkan orang pada tim Perancis peraih Piala Eropa 1984, yang terdiri dari Michel Platini, Jean Tigana, Alan Giresse dan Luis Fernandez. Di luar kuartet diatas, masih tersimpan Alan Boghossian, Robert Pires dan Diomede.
Meski demikian, tak berarti kekuatan Argentina, Belanda, Italia dan Jerman, itu ada dibawah mereka. Mereka mungkin kalah di lini tengah, tapi unggul di lini lainnya. Peluang keenam kesebelasan itu sama besar untuk maju ke final dan menjadi juara dunia. Dari 8 perempat finalis, hanya Denmark dan Kroasia yang dinilai belum pantas.
Perancis-Italia
Brasil kemungkinan bisa menjinakkan Denmark di perempat final (3/7). Namun di babak semi final sudah menunggu pemenang pertandingan Belanda-Argentina. Siapapun tahu, dua kesebelasan terakhir ini adalah tim hebat. Keduanya juga sudah menunjukkan permainan menawan di Perancis. Siapapun yang menang sangat layak masuk bursa calon juara baru. Sementara Brasil kendati diunggulkan, belum juga memperlihatkan permainan gemilang seperti empat tahun lalu.
Pertandingan yang merupakan ulangan final Piala Dunia 1978 ini dinilai sebagai partai terbesar di perempat final. Sejak 1978, dimana Argentina menang 3 – 1, kedua tim belum pernah bertemu di arena Piala Dunia. Keduanya memiliki kekuatan besar di barisan depan dalam diri striker Denis Bergkamp dan Gabriel Batistuta.
Menurut pengamat bola Christopher Clarey, kedua penyerang ini punya keahlian khas. “Bergkamp mampu menciptakan peluang bagi dirinya sendiri, sementara Batistuta ahli menyelesaikan peluang yang diberikan padanya.” Namun lini tengah Argentina sedikit lebih unggul dengan hadirnya play maker lincah Ariel Ortega. Begitu pula di barisan belakang. Jaap Stamp dkk sering kurang disiplin. Dua gol Meksiko di akhir penyisihan membuktikan hal itu.
Baik Belanda maupun Argentina adalah lawan sepadan bagi Brasil. Lini belakang Argentina yang diduduki Roberto Ayala, Norberto Sensini dan Jose Chamot, bahkan lebih disiplin dibanding barisan belakang Tim Samba. Ketangguhan lini belakang Tim Tango itu terbukti dengan tak kebobolan selama babak penyisihan. Junior Baiano dan Aldair sering teledor menjaga lawan. Gol yang dicetak penyerang Norwegia TA Flo di penyisihan, membuktikan lemahnya Baiano.
Di barisan tengah, Brasil memang sedikit lebih unggul. Begitupun di barisan depan, yang mengandalkan duet Ronaldo-Bebeto atau Denilson. Namun pulihnya Bergkamp dari cidera membuat lini depan Belanda tak kalah tajam. Apalagi dibantu gelandang serang Philip Cocu yang produktif, dan permainan menawan Marc Overmars yang mampu mengobrak-abrik pertahanan lawan dari sayap.
Berbeda dengan Ronaldo Cs yang diramalkan tak sulit melenggang ke semi final, tuan rumah Perancis harus menghadapi pertandingan hidup mati melawan Italia, Jum’at (3/7). Pemenangnya akan menghadapi pemenang Jerman-Kroasia. Meski unggul di lini tengah, Perancis masih kalah kelas dibanding Tim Azzuri di barisan depan. Apalagi jika Thierry Henry masih belum sembuh dari cidera yang didapat saat melawan Paraguay.
Sebelum ini, anak asuh pelatih Aime Jacquet juga sudah kehilangan Christopher Dugarry, yang cidera berat di pertandingan pertama melawan Afsel. Duet Trezeguet dan Guivarch masih belum matang, jauh dibawah Christian Vieri-Roberto Baggio/Alessandro Del Piero.
Melihat penampilan Tim Panser Jerman dan pendatang baru Kroasia, rasanya Italia atau perancis lebih berpeluang maju ke final. Jerman memang dikenal spesialis turnamen dan bermental baja, tapi kali ini para pemainnya sudah uzur. Sementara Kroasia masih kalah pengalaman.