TANPA RAJA MASIHKAH MENYENGAT?
Oleh: Mansyur Alkatiri
Dari: Majalah UMMAT, No. 47 Thn. III, 15 Juni 1998
Setelah kehilangan Romario, masihkah Brasil punya taji? Pertandingan pembukaan melawan Skotlandia bisa menjadi bukti
Air mata mengucur membasahi wajah Romario Faria, pemain terbaik Piala Dunia 1994. Suaranya parau, ketika harus mencurahkan perasaan karena gagal tampil di Perancis. Nama pahlawan Brasil di Piala Dunia AS ini terpaksa dicoret oleh Pelatih Mario Zagallo, akibat cidera betis yang dideritanya saat latihan di pantai.
“Ada yang gembira mendengar keputusan ini, tapi ada juga yang sedih. Tapi saya pikir anda semua sekarang merasa sedih. Tapi ini bukan berarti salam perpisahan dari saya,” ujar Romario sambil tangannya menutup kepala, pada wartawan Selasa (2/6). Jatah Romario diberikan pada Emerson Ferreira (22), pemain tengah yang bermain di Bayer Leverkusen (Jerman).
Cidera Romario -yang dijuluki ‘Raja’ di Brasil- tentu saja membuat pusing Zagallo. Ia harus mencari pengganti pendamping Ronaldo dalam waktu singkat. Padahal duet Romario-Ronaldo yang dikenal dengan “duet Ro-Ro”- sangat diandalkan juara bertahan itu untuk mengoyak gawang lawan-lawannya di Perancis.
Zagallo bilang akan memakai Bebeto sebagai tandem Ronaldo. Mantan pemain klub Deportivo la Coruna (Spanyol) ini dulu di Piala Dunia 1994 sukses mendampingi Romario. Namun duetnya bersama Ronaldo masih disangsikan. Mereka pernah dicoba di Piala Emas Februari lalu, dan mengecewakan.
Kemungkinan lain, Ronaldo akan dipasangkan dengan ‘Si Anak Bengal’ Edmundo. Hanya saja, Zagallo pasti akan mempertimbangkan masak-masak menurunkan Edmundo, top scorer Liga Brasil tahun silam. Pemberang langganan kartu merah ini susah diatur. Saking kesal, Zagallo pernah menyuruh Edmundo memeriksakan diri ke psikiater, karena ulahnya yang suka bikin ribut.
Lawan Skotlandia
Absennya Romario, jelas akan mengurangi kekuatan Tim Samba. Namun di sisi lain, itu justeru disambut lega oleh lawan-lawan Brasil. Terutama Skotlandia, Maroko dan Norwegia, lawan Brasil di babak penyisihan.
“Absennya Romario merupakan pukulan bagi Brasil, tapi sebaliknya menjadi dorongan psikologis bagi kami,” ujar pelatih Skotlandia Craig Brown, seperti dikutip kantor berita AFP. Skotlandia akan menjadi lawan Brasil di pertandingan pembukaan, 10 Juni besok. Perasaan sama nampaknya juga dipunyai Egil Olsen dan Henry Michel, pelatih Norwegia dan Maroko.
Pertemuan Brasil-Skotlandia di partai pembuka, awalnya dianggap banyak pengamat bola sebagai partai pemanasan bagi Brasil. Tapi perkembangan terakhir agaknya bisa membuat anggapan itu salah. Skotlandia kini merasa terangkat moralnya, apalagi setelah uji coba yang berakhir imbang menghadapi Amerika Serikat dan Kolombia.
Bahkan manajer Norwegia, Egil Olsen berpendapat, Skotlandia bisa memaksa Brasil bermain seri. “Skotlandia bisa mencuri angka dari Brazil,” katanya seperti dikuti BBC Sport (2/6). Tanpa Romario di barisan depan dan Juninho di sektor gelandang menyerang, barisan depan Tim Samba bisa saja tumpul.
Pertemuan antara kedua tim ini juga bakal menghadirkan dua tipe permainan yang bertolak belakang. Brasil seperti biasa akan bermain dengan pola khas Amerika Latin, yang bertumpu pada kekuatan individual pemainnya, dan ball possession yang tinggi. Sebaliknya Skotlandia akan mempertahankan sepakbola khas Inggris Raya, yaitu kick and rush. Pola ini tetap dianut oleh Craig Brown, kendati sudah dicampakkan oleh tim Inggris sendiri.
Kekuatan Tim Pasukan Tartan ini terutama akan bertumpu pada gelandang elegannya, John Collins (30). “Ia pemain terbaik di Skotlandia sekarang,” tulis pengamat bola Alan Hansen. Collins berperan besar membawa klub Monaco menjadi juara Liga Perancis tahun lalu. Meski bukan striker, ia pencetak gol terbanyak bagi negaranya di babak penyisihan zona Eropa, dengan 9 gol dari 8 kali tampil. Collins akan dibantu oleh Paul Lambert, gelandang berpengalaman yang kini memperkuat Celtic.
Tapi mampukah mereka menandingi Dunga, Rivaldo, Leonardo dan Denilson dari lini tengah Tim Samba? Nampaknya susah, meski tak tertutup sama sekali. Untuk mengatasi kekurangan itu, mereka rasanya bakal memaksimalkan pola kick and rush dengan umpan-umpan panjang ke depan. Sebab pertarungan langsung dengan lini tengah maut Brasil sepertinya sia-sia saja. Dengan pola itu Skotlandia bisa mencuri serangan balik.
Di barisan belakang, Skotlandia punya Colin Hendry (32), libero asal Blackburn Rovers yang sikap berani matinya mampu membangkitkan semangat rekan-rekannya di belakang. Di barisan depan, Kevin Gallacher (31) akan menjadi target utama serangan. Seperti Hendry, ia main di Blackburn. Pertanyaannya kini, mampukah mereka meredam Ronaldo, yang kuat dan ligat itu? Apalagi di Piala Dunia nanti tak diperkenankan lagi tackling dari samping, apalagi belakang. Ronaldo jadi makin mudah bergerak.
Mansyur Alkatiri