Bahaya Bangku Datar di Sekolah Dasar
Oleh: Mansyur Alkatiri
DARI: Majalah UMMAT No. 7 Thn. III, 1 September 1997 / 28 Rabiul Akhir 1418 H
Menurut penelitian mahasiswi UI, model bangku meja datar di Sekolah Dasar bisa menyebabkan kebutaan
Hati-hati dengan bangku sekolah, terutama di sekolah dasar. Model bangku datar yang digunakan di hampir semua sekolah di negeri ini ternyata bisa merusak kesehatan mata. Bahkan dapat mempercepat proses kebutaan pada anak SD yang menderita miopia (rabun jauh). Untuk mencegahnya, sekolah sebaiknya menggunakan bangku ergonomik, yang memungkinkan jarak baca disesuaikan dengan titik dekat dan titik jauh dari mata si anak.
Hal ini terungkap lewat penelitian oleh mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Santi Budiasih (27), belum lama ini. Penelitian yang menggunakan 36 responden siswa-siswi SD 05 Tebet Barat, Jakarta Selatan, juga menyimpulkan bahwa siswa penderita miopia yang memakai bangku ergonomik, tertunda proses kebutaannya.
“Ini terjadi karena bangku datar sifatnya statis, sedangkan bangku ergonomik dapat disetel sesuai dengan kebutuhan,” ujar peraih juara Lomba Karya Ilmiah Remaja dari LIPI tahun 1990. “Jika anaknya jangkung, bangku ergonomik dapat diturunkan dan apabila anaknya pendek bangku tersebut dapat dinaikkan.”
Kelainan refraksi menduduki urutan pertama dari 10 macam penyakit mata utama. Bagi murid-murid SD, penyakit ini tergolong masalah serius. Hasil survai terhadap murid SD dan Ibtidaiyah di wilayah DKI yang dilakukan oleh Kantor Wilayah Departemen Kesehatan DKI bersama Persatuan Dokter Ahli Mata cabang DKI mendapatkan angka kelainan refraksi mata sebesar 11.8 persen. Di tingkat nasional, diperkirakan ada 5,8 juta anak dari 48,6 juta siswa SD penderita kelainan refraksi, khususnya miopia.
Tapi data Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Indera Pendengaran tahun 1993-1996 memberikan angka yang lain. Kelainan refraksi mata untuk usia sekolah hanyalah 5 persen. Sedangkan jumlah anak usia sekolah dasar di Indonesia kurang lebih 42.6 juta jiwa. Bisa dibayangkan berapa besar biaya kebutuhan kaca mata bagi lebih dua juta siswa ini pertahunnya.
Kenapa Datar?
Penelitian Santi Budiasih, yang kini tengah praktek sebagai co-ast di RSCM, memang masih perlu dibuktikan lagi, mengingat jangkauan penelitiannya juga kecil. Namun sebetulnya hasilnya tak mengejutkan. Penelitian yang pernah dilakukan Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular di Jakarta, menghasilkan kesimpulan yang tak jauh berbeda. “Hanya saja angka penderita kelainan refraksinya berbeda,” ujar Dr. Farida Sirlan, Ka Sub Dit Bina Kesehatan Mata dibawah Direktorat Bina Upaya Kesehatan Mata Depkes RI.
Namun Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas, DSM, kurang sependapat dengan hasil temuan mahasiswi UI itu. “Terlalu ekstrem untuk menggunakan istilah kebutaan,” katanya pada wartawan Ummat, Hamid Abidin. “Pengertian kebutaan berarti hilangnya sama sekali fungsi penglihatan pada mata,” tambah ahli kornea dan lensa mata RSCM ini.
Lebih jauh DR. Ilyas menyebutkan, cukup sulit untuk membuktikan kebutaan yang diderita oleh anak miopia itu disebabkan oleh bangku belajar. “Banyak faktor yang berpengaruh pada mata seorang murid,” ujar guru besar Fakultas Kedokteran UI ini. Selain tak tepatnya tinggi bangku, bisa pula karena kurangnya sinar yang masuk dan pemakaian lensa kaca mata yang kurang sesuai.
Terlepas dari sahih atau tidaknya penelitian diatas, hasil kerja Santi itu nampaknya tengah membuka persoalan yang selama ini dilupakan pada pembangunan sekolah. Terutama berkaitan dengan tempat duduk dan cahaya dalam ruangan kelas.
Menurut DR. Salamun (57), spesialis mata di Jakarta Eye Center, meja dan bangku yang sekarang dibikin datar itu melanggar konsep cara melihat yang baik. Padahal di masa lalu, sebelum tahun 1950-an, masih digunakan meja bangku yang miring. “Kenapa sekarang dirubah menjadi datar?,” tanya pembimbing penelitian yang juga ayah kandung Santi ini.
“Penelitian itu ingin membuktikan bahwa sebaiknya bangku disesuaikan dengan kondisi anak yang sedang tumbuh. Jangan disama ratakan lurus saja,” jelasnya. Bagi DR. Salamun, bangku ergonomik memang pilihan ideal, tapi yang pokok adalah meja belajarnya tidak lurus. Jadi bisa dengan meja yang miring.
Dokter yang suka meneliti ini mencontohkan sekolah-sekolah peninggalan jaman Belanda. Ukuran ruang kelasnya tidak sembarangan. Begitupun pengaturan cahaya yang masuk dari jendela. “Sayang sekolah-sekolah sekarang tak lagi mempedulikan aspek itu.”
Secara teoritis, mata sebaiknya digunakan dalam keadaan rileks. Sikap duduk, jarak baca dan kondisi pencahayaan yang kurang tepat, akan membuat bola mata terakomodasi. Jika terakomodasi terus-menerus, mata bisa menjadi lemah dan menyebabkan terjadinya peregangan yang kita kenal dengan istilah miopia. Dengan bangku ergonomik, daya akomodasi mata tidak terlalu kuat. Pertambahan derajat miopia dapat dicegah atau paling tidak diperlambat.
(Mansyur Alkatiri. Laporan: Yuyun Hadiwiratmo, Hamid Abidin)