Pembantai Keji Itu Ternyata Walikota
Oleh: Mansyur Alkatiri
Majalah UMMAT, No. 40 Thn. III, 27 April 1998
Dua walikota ditahan karena membantai penduduk sipil. Keterlibatan pemerintah semakin terang
Misteri yang menyelimuti gelombang pembantaian di Aljazair kian terang tersibak. Dugaan keterlibatan pemerintah, –atau paling tidak elemen dalam pemerintah Aljazair– dalam serangkaian pembantaian keji di negeri itu semakin pasti. Bukti terakhir ditunjukkan dari penangkapan atas dua walikota dan selusin pejabat di propinsi Relizane.
Ratusan warga desa di propinsi barat itu dibantai awal tahun ini. Seperti biasa pemerintah Aljir menuduh kelompok militan Islam sebagai pelakunya. Namun penangkapan itu membuktikan sebaliknya. Kini tudingan balik pihak oposisi Islam dan sosialis, bahwa pemerintahlah dalang pembantaian, justeru kian dipercaya.
Harian Arab Saudi Asharq al-Awsat (15/4) yang mengutip laporan surat kabar Aljazair memberitakan, tiga kuburan massal dibongkar di sejumlah tempat terpisah di Relizane. Setidaknya diketemukan 82 mayat korban pembantaian. Diketahui, korban pembantaian itu umumnya adalah pendukung atau karib kerabat aktifis Front Penyelamatan Islam (FIS), yang kini dilarang.
Lahaaj Furqon, wali kota Relizane, dan Lahaaj Laabid wali kota Jedyewiyeh, ditangkap pihak keamanan menjelang Idul Adha lalu. Turut ditangkap pula selusin pejabat lokal lainnya. Kedua walikota itu adalah anggota partai Reli Nasional Demokratik pimpinan Presiden Jendral Liamine Zeroual.
Salah satu bukti yang memberatkan keduanya adalah kesaksian seorang wanita yang suaminya turut menjadi korban. Sang suami, pegawai di pemerintah propinsi Relizane, diculik dan ditemukan tewas mengenaskan. Ketika dipertemukan dengan walikota Lahaj Furqon di kota Oran, tanpa ragu si wanita itu mengenali wajah Furqon sebagai pembunuh sang suami.
Hingga kini pemerintah Aljir masih bungkam. Sebaliknya kalangan FIS menduga, pemerintah telah kehilangan kontrol atas milisi-milisi yang dibentuknya. “Aksi ganas milisi itu diperintah langsung oleh sejumlah pejabat di tubuh pemerintah,” tegas Abdul Karim Wald Eddah, juru bicara badan eksekutif FIS, kepada Asharq al-Awsat.
Rekayasa Militer
Militer Aljazair memang membentuk dan mempersenjatai banyak kelompok milisi yang mereka namakan Milisi Pertahanan Diri. Tujuannya untuk melindungi desa-desa dari serangan yang menurut militer dilakukan oleh kelompok Islam bersenjata (GIA).
Di kalangan masyarakat dan pengamat politik Aljazair, santer pula tuduhan bahwa militer telah menyusupkan orang-orangnya ke tubuh GIA, dengan maksud membelokkan arah perjuangan kelompok Islam itu. GIA awalnya hanya melakukan serangan terhadap sasaran militer, pejabat pemerintah, dan para aktifis sekular yang terang-terangan bersuara anti-Islam. Namun dua tahun terakhir dituduh telah membantai warga sipil.
Kecurigaan itu sangat beralasan melihat sepak terjang Antar Zouabri –yang mengambil alih kepemimpinan GIA dari Djamel Zitouni pada 1996– dan tiga adik perempuannya: Aisha Zouabri, Masuda dan Khalida. Konon Antar pula yang membunuh Zitouni dalam pergulatan kekuasaan.
Banyak cerita sadis di sekitar Nuseira. Ia, katannya, pendiri “Brigade Hijau” yang seluruh anggotanya wanita. Brigade ini pada Juli 1997 dituduh melakukan pembantaian keji terhadap puluhan penduduk sipil. Menurut saksi mata, sebagai Nuseira turut langsung dalam pembantaian sadis atas wanita dan anak-anak itu. Kelompok ini juga dituduh melakukan praktek perkosaan, yang sulit dipercaya dilakukan oleh sebuah kelompok Islam betapapun kerasnya.
Menurut laporan majalah Arab Saudi yang terbit di London, Al-Majalla (8/3), Nuseira berhasil ditangkap akhir tahun lalu. Ironisnya, Nuseira yang selalu dikait-kaitakan dengan kelompok Islam itu justeru tampil di depan umum tanpa mengenakan busana muslimah (lihat foto). Benarkah ia tokoh kelompok Islam? Ataukah ia orang yang disusupkan oleh militer Aljir ke GIA untuk menghancurkan citra gerakan Islam?
Tuduhan ke arah kelompok garis keras dalam pemerintahan memang kian santer menyusul membelotnya beberapa polisi dan tentara Aljazair ke Inggris tahun lalu. Kepada surat kabar The Independent, ketiga orang itu membeberkan keterlibatan tentara dan polisi dalam berbagai aksi penyiksaan dan pembantaian massal.
Menurut laporan koresponden stasiun BBC London, peristiwa di Relizane itu bakal mencuatkan tuntutan dari kelompok hak-hak asasi agar dibentuk tim penyelidik independen untuk menemukan dalang pembantaian yang telah memakan lebih dari 60.000 korban jiwa itu.
Tapi sejauh ini pemerintah Zeroual selalu menolak tuntutan itu. Bahkan saran dari Ketua PBB Kofi Annan dan Uni Eropa untuk investigasi dianggapnya sebagai upaya campur tangan atas urusan dalam negeri Aljazair. Lantas apa yang akan dilakukan Zeroual untuk menemukan para pembantai dan lalu melindungi rakyatnya?
[…] media massa, Front Penyelamatan Islam (FIS) yang terlarang di Aljazair, selalu dikesankan sebagai organisasi “kaum […]