Majalah UMMAT Tahun I No. 22, 29 April 1996 / 11 Zulhijah 1416 H
Mindanao diguncang rangkaian pengeboman. Pelakunya ternyata oknum-oknum militer bekerjasama dengan militan Kristen
Rangkaian ledakan bom mengguncang Mindanao, Filipina Selatan, bulan Maret lalu. Seperti biasa, pemerintah dan pihak keamanan lantas menuding aktivis Muslim Moro, terutama yang tergabung dalam Front Pembebasan Islam Moro (MILF) dan faksi Abu Sayyaf, sebagai pelaku. Tapi kali ini Manila harus kecele berat. Sebab, aksi pengeboman itu terbukti merupakan hasil kerja bekas tentara dan kelompok-kelompok Kristen militan. Demikian laporan Arab News (7/4) dari Manila, mengutip sumber-sumber yang bisa dipercaya di negeri itu.
Sekelompok bekas tentara diyakini bertanggungjawab atas setidaknya delapan peledakan bom di beberapa kota di wilayah selatan, teruama di Zamboanga City. Menurut seorang pejabat tinggi kepolisian, kelompok itu kini tengah diawasi dengan ketat. Sebuah toko yang membuat “bom-bom pipa”, yang digunakan dalam serangan, juga sudah diketahui identitasnya. “Kami sudah memonitor aktivitas kelompok tersebut dan siap menyikatnya segera setelah memperoleh bukti-bukti komplit,” ujar polisi yang tak mau disebut namanya itu kepada Philippine Daily Inquirer.
Menurut polisi ini pula, para bekas tentara itu bekerja sama erat dengan United Christian Movement (UCM), kelompok Kristen militan yang menentang keras perundingan damai antara pemerintah dan Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF).
Peran Militer
Apa motif pengeboman itu? Pejabat pemerintah Manila, 7 April lalu, mengesampingkan motif politik dalam serangan bom itu. Sementara sumber dari sebuah tim penyelidik menyebut adanya motif ekonomi. Beberapa kelompok pengusaha ingin tetap memegang kendali bisnis di Mindanao dengan memanfaatkan kondisi yang tak stabil. Mereka menyewa orang memasang bom agar penduduk tetap resah dan pihak luar enggan menanamkan modalnya di Mindanao.
Tapi kesimpulan tersebut ditentang oleh Senator Macapagal Arroyo. Ia justru menuduh, para politisilah yang berada di belakang insiden itu. “Kalau Mindanao stak stabil, otomatis akan mempengaruhi seluruh Filipina. Ini akan dijadikan alasan oleh pemerintah untuk menunda penyelenggaraan pemilu 1998,” ujar senator dari partai minoritas ini.
Kesimpulan paling menggemparkan dikemukakan oleh kelompok penyelidik independen. Menurut mereka, beberapa oknum berseragam tentara terlibat dalam aksi pengeboman. Mereka juga menyewa bekas tentara. Keterlibatan Angkatan Bersenjata semakin transparan setelah dipecatnya Kolonel Lyle Paras, komandan pasukan elite anti-teror di Mindanao. Paras dan pasukan elitenya, berdasarkan laporan intelijen kepolisian, terlibat dalam aksi pengeboman di Zamboanga, salah satu kota besar di wilayah Mindanao. Laporan itu juga menyebut bahwa Paras pun terlibat dalam usaha pembunuhan ketua MNLF, Nur Misuari.
Di lain pihak, militer Filipina dan orang-orang yang dikenal dekat dengan aktivis militan Kristen menyangkal hasil-hasil penyelidikan ini. Panglima Komando Wilayah Selatan, Letnan Jenderal Ruperto Ambil Jr. menuduh, pihak terorislah yang melakukan peledakan. Yang ia maksudkan dengan “teroris” itu tentu saja pejuang Muslim Moro.
Tudingan senada dikemukakan seorang anggota DPR Clara Lobregat. Ia malah menuduh pihak kepolisian “memasak” laporan yang menghubungkan pejabat Angkatan Bersenjata dengan pengeboman. “Mereka ingin menampilkan bahwa militer bersalah atas peledakan itu. Laporan itu tidak benar,” ujar Lobregat membantah.
Anti Otonomi
Melihat perkembangan tersebut, keterlibatan oknum-oknum militer yang bekerja sama dengan kalangan militan Kristen sulit dipungkiri. Tujuan utamanya, mencegah pembentukan pemerintah otonomi Moro di Filipina Selatan, betapa pun kecil wilayahnya. Selain berusaha memojokkan aktivis Moro sebagai “teroris pelaku pengeboman”, mereka juga berupaya mengipasi konflik antaragama. Ini bisa dilihat dari sasaran pengeboman yang juga meliputi gereja Katolik dan mesjid.
Kenyataan itu membuat Ketua Senat Neptali Gonzales meminta meminta agar pemerintah menyelidiki kemungkinan keterlibatan tentara dan pengikut setia Marcos dalam pengeboman itu. Seruan ini disambut baik oleh Nur Misuari. Menurutnya, investigasi tersebut harus dilakukan dengan serius untuk “menghukum para penyabot perdamaian yang menggunakan aparat pemerintah untuk mengacau dan menciptakan anarki di Mindanao. Mereka mau mencegah perdamaian dan pembangunan ekonomi di pulau ini.”*
Mansyur Alkatiri dan Sanihu Munir (Manila)
BACA JUGA:
Steven Seagal Tersandung Protes Muslim di Amerika
Abdullah Yusuf Ali, Nama Besar Wafat Mengenaskan
Muslim Inggris Boikot Pendidikan Agama di Sekolah
[…] BACA JUGA: Gereja Tolak Libur Hari Raya Muslim di Mozambik Turki, Bulan Sabit di Menara Sekularisme Aksi Bom Penentang Damai di Mindanao […]