AS Membidik ‘Teroris’ atau Muslim?
Oleh: Mansyur Alkatiri
Majalah UMMAT Thn. I No. 23, 13 Mei 1996 / 25 Zulhijjah 1416 H
Senat loloskan UU anti-terorisme. Muslim diduga menjadi target utamanya.
Senat Amerika Serikat akhirnya meloloskan UU anti-terorisme, Rabu (17/4) lalu, dua hari sebelum peringatan satu tahun pengeboman di Oklahoma yang menewaskan 168 jiwa. UU tersebut disetujui dengan perbandingan suara 91-8, merupakan kompromi antara usulan Senat setahun lalu dan versi yang lebih lunak dari Kongres bulan lalu.
UU ini memudahkan pemerintah AS untuk mengusir orang-orang asing yang dianggapnya sebagai ekstremis atau yang tergabung dalam suatu organisasi yang menurut pemerintah dianggap organisasi ekstremis, serta mencegah kelompok-kelompok seperti itu mengumpulkan dana di bumi AS.
Pasal-pasal tentang imigrasi dan pengumpulan dana itu, menurut kalangan ahli hukum, membawa perubahan ‘revolusioner’ dalam hukum AS. Sebab UU itu menyediakan pengadilan khusus, kesalahan oleh perkumpulan dan menolak proses pembelaan.
“UU akan mengenalkan pada hukum federal prinsip kesalahan oleh perkumpulan,” ujar David Cole, profesor pada Georgetown University Law Centre, dalam Impact. “Ini akan menyebabkan seseorang dijatuhi hukuman telah melakukan kejahatan dan bahkan deportasi bukan karena suatu kesalahan individual, namun karena kelompoknya terlibat dalam tindakan ilegal”, tambahnya.
Peraturan tersebut mengijinkan pemerintah untuk memenjarakan seorang warganegara sampai 10 tahun dan mendeportasi orang yang bukan warga negara Amerika Serikat, karena orang tersebut membantu kegiatan suatu organisasi yang dibenarkan secara hukum tapi organisasi tersebut dicap pemerintah sebagai ‘teroris’.
Siapa sebenarnya yang menjadi target UU ini? Tentu saja kelompok-kelompok yang dianggap Washington sebagai kelompok teroris. Dan dalam daftar pemerintah Amerika, kelompok-kelompok Islam yang menentang kebijakan tak adil pemerintah AS, berada di urutan pertama, antara lain Hamas dan Jihad Islam di Palestina, Hizbullah di Libanon, Ikhwanul Muslimin di Mesir, mujahidin Kashmir dan Patani serta kelompok-kelompok yng di cap ‘fundamentalis Islam’ oleh AS. Muslim AS kini terancam terkena hukuman bila mereka membantu kelompok-kelompok ini meski untuk tujuan kemanusiaan.
Mengumpulkan uang untuk membantu yatim piatu dan janda di Palestina atau Kashmir, atau di tempat lain, bisa dianggap suatu kejahatan, bila pemerintah menghendaki. Umat IslamĀ mengetahui baik kalau mereka menjadi target UU ini. Dalam pernyataan ke Kongres tahun lalu, yang di tandatangani 30 tokoh Muslim mewakili 20 organisasi Islam AS, mereka menolak UU ini. Alasannya, UU ini melanggar hak-hak dasar yang dijamin Konstitusi AS seperti hak bergabung dalam suatu perkumpulan, hak mendapat pembelaan hukum dan hak dianggap tak bersalah sampai dibuktikan pengadilan terbuka.
Para tokoh Muslim AS menyatakan mendukung penuh aksi melawan terorisme secara legal, tapi bukan berarti harus mengancam kebebasan sipil yang dijamin Konstitusi AS sendiri.* (MA)
BACA JUGA:
India Bunuh Tokoh HAM Kashmir
Islam di Polandia
Siapa Berkomplot Penjarakan Omar Abdel Rahman