Siapa Berkomplot?
Oleh: Mansyur Alkatiri
Majalah UMMAT, Thn. I No. 17, 19 Februari 1996 / 29 Ramadhan 1416 H
Pengadilan AS jatuhkan vonis penjara seumur hidup bagi Omar Abdel Rahman. Namun proses pengadilan berjalan penuh kontroversi.
Dr. Syeikh Omar Abdel Rahman (57), ulama tuna netra asal Mesir, sia-sia meminta keadilan mahkamah Amerika. Pembelaan yang ia lakukan selama 100 menit, Rabu 17 Januari lalu, tak sedikitpun membangkitkan simpati hakim Pengadilan Distrik New York, Michael B. Mukasey. Dengan enteng Mukasey menyela pembelaan Syeikh Omar dan menganggapnya bisa “menyesatkan masyarakat.” Lantas Mukasey mengetokkan palu hukuman: penjara seumur hidup bagi doktor ilmu syari’ah lulusan Universitas Al Azhar ini.
Sembilan orang yang dianggap sebagai pengikut Syeikh Omar di Amerika Serikat juga dijatuhi hukuman penjara, berkisar antara 25 tahun sampai seumur hidup. Termasuk El Sayyid Nossair, imigran asal Mesir, yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Nossair pernah dituduh membunuh Rabbi Meir Kahane, seorang pendeta Yahudi rasialis, di tahun 1991. Namun karena tak cukup bukti ia dibebaskan, hanya dikenai dakwaan memiliki senjata api ilegal.
Apa dosa Syeikh Omar Abdel Rahman sehingga dijatuhi hukuman sedemikian berat? Menurut tuduhan jaksa, Syekh Omar beserta 9 orang pengikutnya berkomplot merencanakan gelombang serangan bom di Amerika. Sasarannya adalah Gedung PBB, Terowongan Lincoln dan Holland, jembatan George Washington dan gedung utama pemerintah federal di Manhattan, pada Juni 1993. Enam bulan setelah peledakan gedung World Trade Center (WTC) di kota yang sama.
Syeikh Omar juga didakwa merestui usaha pembunuhan terhadap Presiden Mesir Hosni Mubarak. Menurut jaksa penuntut, tindakan itu dimaksudkan untuk memaksa AS mengakhiri dukungan terhadap pemerintah Mesir dan Israel. Pada Oktober tahun lalu, dewan juri federal juga telah menghukum berat Syeikh Rahman beserta 9 orang temannya.
Namun untuk tuduhan yang amat berat itu, selama setahun masa pengadilan, banyak orang menganggap jaksa tak mampu menghadirkan bukti yang cukup meyakinkan. Ini membuat Lynne Stewart, pembela Syekh Omar, memprotes, “klien saya dihukum karena keyakinan agamanya.” Untuk itu, ia dan kliennya sepakat mengajukan banding.
Syeikh Omar sendiri sampai detik akhir persidangan tetap menangkis segala dakwaan jaksa. “Saya tak terlibat kejahatan apapun kecuali mendakwahkan Islam pada manusia,” tukasnya. Sambil menuding Amerika sebagai ‘musuh Islam’ Syeikh Omar menegaskan, “Pengadilan ini bukan cuma mengadili Muslim, tapi telah menempatkan Islam sebagai tertuduh.”
Emad Salem
Kesaksian yang paling memberatkan Omar Abdel Rahman dan sekaligus paling kontroversial berasal dari Emad Salem, agen ganda Amerika dan Mesir. Kesaksian Salem seolah menjadi referensi utama pengadilan. Padahal Salem ini sudah kondang sebagai ‘intel pembohong’. Ia dibayar lebih dari satu juta dolar oleh FBI untuk tugas-tugasnya. Ada pula saksi Abdo Muhammad Haggag yang bekerja untuk dinas intelijen Mesir. Dan anehnya, di depan pengadilan beberapa bulan lalu Salem mengakui telah membuat persaksian bohong, mengaku sebagai agen ganda pemerintah Amerika dan Mesir dan melanggar kode etik kerja FBI dengan melakukan rekaman tanpa izin. Namun pengadilan tetap berkeras menganggap Syekh Omar bersalah.
Emad Salem diselundupkan oleh Biro Penyelidik Federal AS (FBI) ke lingkaran dekat Syeikh Omar. Ia berhasil memperoleh kepercayaan Syeikh Omar sehingga memudahkannya untuk menjebak dan memancing-mancing kesalahan Syekh Omar. Ia berhasil merekam banyak percakapan dan ceramah-ceramah Syeikh Omar. Tapi sepanjang yang terekam dalam kaset, Syeikh Omar justeru banyak menghindar, jauh dari tuduhan berkomplot.
Emad Salem pernah memancing pertanyaan pada Syeikh Omar, “Apa kita bisa menganggap PBB itu rumah syaitan? Dengan izin Allah, kita siap menghancurkannya. Pukulan saya akan jadi pukulan yang menghancurkan, bukan amatiran seperti yang terjadi di World Trade Center. Apakah Anda mengijinkan?”
Syaikh Omar menjawab, “Tidak dilarang, tapi itu bisa berakibat jelek bagi kaum muslimin, karena semua orang menganggapnya pusat perdamaian.” Salim memancing kembali, “Saya usulkan sasaran kedua: Gedung FBI. Bagaimana pendapatmu?” Jawab Syaikh: “Demi Allah…tunda dulu itu, pelan-pelan dulu, mungkin Allah akan membereskan hal-hal itu untukmu”.
Menurut pembela Lyne Stewart, percakapan diatas sebenarnya telah membersihkan nama Syaikh Omar dari tuduhan. “Emad gagal memperdayakan Syaikh agar mengeluarkan kata-kata dukungan yang dapat direkam di kaset,” tukas Stewart. Keraguan terhadap tuduhan konspirasi kian menguak setelah pembela berhasil mendapatkan rekaman pembicaraan telpon Emad Salem dengan agen FBI, Louis Napoli, pada Januari 1992. “Sesungguhnya Syaikh menjauhkan diri dari pengikut-pengikutnya yang ekstrem. Dia mencoba menjauhkan dirinya dari urusan ini,” ujar Salem. Akan tetapi Napoli menjawab: “Saya akan coba melibatkannya dalam urusan ini”.
Aneh
Tapi Salem bukan satu-satunya ‘keanehan’ di pengadilan ini. Dalam tuntutannya, jaksa merujuk tulisan dan khotbah-khotbah Syekh Omar serta mengutip istilah-istilah agama Islam seperti kafir, jihad, syari’ah, fatwa, bai’ah, Khawarij, tanpa klarifikasi dari seorang ahli agama Islam. Pembela kemudian minta diijinkan menghadirkan tiga orang saksi ahli untuk menjelaskan makna istilah-istilah di atas, yaitu Dr Khalid Abou El Fadl (University of Texas), Dr John Woods (University of Chicago) dan Dr Rudolph Peters (University of Amsterdam). Tapi hakim Mukasey berkata: Tidak!
Lantas pembela minta agar Jaksa Agung Janet Reno dan Senator D’ Amato dipaksa memberi kesaksian. Nama Dr Abdel Rahman telah ditambahkan pada daftar tuduhan setelah daftar itu direvisi sampai tiga kali, setelah pertemuan Reno dengan senator pembela gigih Zionis Yahudi itu. Lagi-lagi Mukasey berkata: Tidak! Begitu pula saat pembela ingin menghadapkan mantan Sentor South Dakota, James Abourezk, untuk memberi kesaksian tentang perlakuan keji FBI terhadap Muslim. Lagi-lagi hakim Mukasey berkata: Tidak!
Kenapa Michael Mukasey begitu keras menolak permintaan pembela yang dapat meringankan terdakwa Abdel Rahman? Sulit untuk memperoleh jawaban tepat. Tapi menurut William Knustler dan Ronald Kuby, mantan pembela Abdel Rahman, Michael Mukasey selama ini dikenal sebagai hakim yang punya penilaian dan sikap bias terhadap Islam dan kaum Muslimin. Ia seorang Yahudi dan isterinya bekerja pada sebuah organisasi Zionis.
Undang-undang tahun 1909 sendiri yang dikenakan untuk mengadili Abdel Rahman berasal dari zaman perang saudara Amerika. Sekarang sudah jarang digunakan. Newsweek menggambarkannya sebagai “tuduhan longgar namun kabur, amat disukai para jaksa penuntut tapi dibenci kalangan pembela.”
Motif politik dalam kasus ini memang tak sulit dilacak. Dr Omar Abdel Rahman adalah penentang vokal rezim Presiden Hosni Mubarak di Mesir. Padahal Mesir dan Mubarak adalah sekutu penting AS. Amerika dan para sekutunya punya kepentingan untuk terus menjaga akses ke jalur laut dan udara serta sumber-sumber energi di kawasan itu. Kesaksian Salem dan Haggag diatas kian meyakinkan pembela bahwa Washington dan Kairo telah berkomplot menjebak Syeikh Omar. Presiden Bill Clinton, dengan mengabaikan asas praduga tak bersalah, bahkan telah menyebut Abdel Rahman sebagai teroris ketika penyidangan baru saja dimulai Januari tahun lalu.* (Mansyur Alkatiri)
BOX:
Malang di ‘Negara Bebas’
Syeikh Omar Abdel Rahman lahir dalam keluarga miskin di desa Jamallyya, utara Kairo, 57 tahun lalu. Ia kehilangan penglihatan saat usia 10 bulan, akibat penyakit diabetes. Ketika berumur 5 tahun, ia belajar membaca dan menulis Braille. Di usia 11 tahun ia sudah hafal Al Qur’an. Syeikh Omar memperoleh gelar doktor dalam ilmu Syari’ah dari Universitas al-Azhar di tahun 1972.
Ia kondang di seantero Mesir karena ceramah-ceramahnya yang keras, mengkritik rezim Gamal Abdel Nasser dan Anwar Sadat. Dalam suatu ceramah setelah kematian Presiden Nasser tahun 1970, ia menganggap Nasser sebagai kafir dan melarang omat Islam untuk menyolatkan jenazahnya. Karena sikapnya itu ia ditahan selama 8 bulan. Pada 1981 ia dituduh turut berperan dalam pembunuhan Presiden Sadat, namun kemudian dinyatakan tak bersalah. Ia menjadi panutan dan tokoh spiritual para pemuda Islam, khususnya yang tergabung dalam Jamaah Islamiyyah.
Ia pindah ke AS pada 1990, berharap dapat menikmati kebebasan dan bisa membeberkan penindasan rezim Mubarak di negaranya. Ia memberi khutbah di beberapa masjid, terutama di Brooklyn dan New Jersey. Namun semuanya jadi berbalik setelah dirinya ditahan pada 1993 dengan tuduhan konspirasi diatas. “Saya datang ke AS berharap bisa meneguk udara kebebasan, namun kini saya justeru kehilangan kebebasan itu. Saya tiba disini setelah melarikan diri dari tirani di negeri saya, tapi sayang tirani itu ternyata mengikuti saya ke AS”, katanya pada kantor berita UPI Oktober lalu. (MA)
BACA JUGA:
Inggris Usir Oposan Arab Saudi
Pemurtadan Gaya Amerika
Malcolm X, Pahlawan Kulit Hitam yang Kurang Dikenal
[…] JUGA: Islam di Polandia Siapa Berkomplot Penjarakan Omar Abdel Rahman MUSLIM ETHIOPIA, Mayoritas yang […]
[…] JUGA: Islam di Polandia Siapa Berkomplot Penjarakan Omar Abdel Rahman Erbakan, Sang Penentang […]
[…] BACA JUGA: Niger, Demokrasi Setelah Kudeta Islam di Polandia Siapa Berkomplot Penjarakan Omar Abdel Rahman […]