SKENARIO BOSNIA DI KOSOVO

Oleh: Mansyur Alkatiri

Dari:  Majalah UMMAT No. 35 Thn. III / 23 Maret 1998

Muslim Kosovo tetap tuntut merdeka! Dan Barat mulai memainkan skenario Bosnia untuk mencegah aspirasi itu.

KORBAN KEGANASAN SERBIA. Anak-anak dan wanitapun menjadi sasaran pembantaian
KORBAN KEGANASAN SERBIA. Anak-anak dan wanitapun menjadi sasaran pembantaian



Tindakan Serbia membantai 80 warga Muslim keturunan Albania di Kosovo dua minggu lalu, tak membuat para pemimpin Albania di Kosovo kecut hati. Dengan tegar mereka menolak tawaran berunding dari pihak Serbia Kamis (12/3) kemarin. Padahal Serbia menawarkan memberi otonomi seperti sebelum 1989, pada propinsi di selatan yang 90 persen penduduknya etnis Albania itu.

Etnik Albania menyebut tawaran berunding Serbia itu sebagai alat publisitas semata. “Usulan perundingan itu sandiwara belaka, yang hanya menguntungkan rezim fasis-kriminal Serbia,” ujar salah satu pemimpin etnis Albania, Adem Demaci, aktifis yang pernah puluhan tahun mendekam di penjara Serbia. “Mereka bermaksud menunjukkan pada dunia bahwa pihak Albania lah yang menolak berunding.”


Demaci, yang disana di juluki “Mandela Kosovo”, meningkat pengaruhnya dikalangan etnis Albania yang makin tak sabar pada taktik “Presiden Kosovo” Ibrahim Rugova yang lebih lunak. Rugova yang ketua partai etnis Albania terbesar, Liga Demokratik Kosovo (LDK), terpilih sebagai presiden dalam pemilu 1992 yang tak diakui Serbia.Ibrahim Rugova sendiri menolak kontak apapun dengan pejabat Serbia.Ia lebih suka berbicara pada media internasional. Menurutnya, ia hanya mendengar kedatangan delegasi serbia itu dari televisi CNN. LDK tak menerima undangan resmi untuk berunding. “Tawaran itu sama sekali tak serius. Itu hanya untuk menghindari tekanan internasional,” katanya pada Reuters.

Dalam konperensi pers yang diselenggarakan Jum’at kemarin, Rugova dengan tegas mengulangi pernyataan sebelumnya bahwa Kosovo harus diberi kemerdekaan. “Otonomi saja tak cukup. Itu hanya akan memancing lebih banyak pertumpahan darah,” tegas Rugova seperti dikutip The Washington Post (13/3). Namun baik Beograd maupun Washington menolak pendirian Rugova.

Skenario Bosnia

Lebih dari 80 warga Albania tewas dibantai pasukan Kristen Ortodoks Serbia, di desa Likoshani dan Prekaz dua pekan silam. Diantara mereka terdapat 22 wanita dan anak-anak. Pembantaian itu mengingatkan dengan apa yang Serbia lakukan dulu di Bosnia. Mereka berusaha menutup daerah-daerah sasaran aksi, hingga pihak luar tak mengetahuinya. Dan itu tampaknya dipermudah oleh –lagi-lagi seperti di Bosnia– berlamban-lambannya negara Eropa dan Amerika Serikat untuk membantu si korban.

AS dan banyak negara Eropa -kecuali Rusia- memang berulangkali mengecam aksi sadis Serbia. Namun sejauh ini yang terlontar dari mulut mereka hanyalah ancaman-ancaman kosong pada Serbia. AS misalnya melalui Menteri Luar Negeri Madeleine Albright mengatakan, “Kami tak akan menunggu dan menonton saja aksi pemerintah Serbia di Kosovo.” Namun Peter Maass, penulis buku tentang perang Bosnia, mempertanyakan keseriusan Albright (The New York Times, 11/3).

Pengalaman di Bosnia memang menyakitkan bagi Muslim Balkan. Betapa mereka dibiarkan mati terbantai tanpa bisa mempertahankan diri, akibat embargo senjata oleh Barat. Sebaliknya Serbia terus mendapat suplai senjata berat dan ringan dari Rusia di seberang perbatasan, di depan hidung para pengamat internasional. Dan ketika perimbangan kekuatan mulai berubah, Barat cepat-cepat berusaha menetralisir kekuatan Muslim dengan segala cara.

Bukan tak mungkin skenario di Bosnia bakal berulang di Kosovo. Apalagi bila umat Islam dunia terus tak menaruh perhatian pada saudara seagama mereka disana. Sejak Beograd mencabut status otonomi Kosovo pada 1989, sudah lebih dari 300 jiwa warga Muslim Kosovo menemui ajal di ujung senapan serdadu Kristen Serbia. Belum lagi yang lari ke negara lain. Dan itu belum cukup membuka mata dan telinga Barat dan Dunia Islam, sampai datang pembantaian besar dua minggu silam.

Anehnya, AS dan Eropa justeru menempatkan 700 tentaranya di perbatasan Makedonia-Kosovo. Wilayah Makedonia yang dekat dengan perbatasan Kosovo, umumnya juga dihuni warga etnis Albania. Penempatan pasukan itu efektif mencegah etnis Albania Makedonia untuk membantu saudara satu etnis mereka di Kosovo. Kalau AS dan Barat berniat baik, seharusnya mereka menempatkan pasukan di Kosovo, hingga mampu mencegah penguasa militer Serbia membantai warga Albania.

Di London Kamis lalu, enam negara anggota Contact Group juga belum memutuskan apakah akan melakukan embargo senjata total pada Serbia. Resolusi yang sama juga masih didiskusikan di Dewan Keamanan PBB. Kalaupun nantinya resolusi itu disahkan, juga sulit dijamin Rusia akan mentaatinya. Di Bosnia dulu, Rusia juga setuju embargo, namun terus melanggarnya.

Perang Suci

Yang sangat menyakitkan warga Albania Kosovo, baik pejabat maupun media massa AS dan Eropa selalu menyebut pejuang kemerdekaan Albania sebagai “teroris.” Istilah yang sama dengan yang digunakan oleh Serbia. Padahal bukti menunjukkan, selama ini yang menjadi korban aksi Tentara Pembebasan Kosovo (UCK atau KLA) –sayap militer perjuangan bangsa Albania Kosovo– adalah sasaran militer dan pejabat Serbia saja. Justeru Serbialah yang tiap hari membantai warga sipil tak berdosa.

Badan-badan bantuan kemanusiaan PBB dan Barat juga terus berkutat dengan pengurusan izin dari Serbia untuk memasuki beberapa kota yang ditutup pasukan Serbia, seperti Drenica, tempat pembantaian. Beberapa kelompok bantuan mengatakan, mereka tak bisa memprotes situasi itu karena beroperasi tanpa ijin pemerintah Serbia. “Tak baik untuk menentang pemerintah,” kata Francois Fille, dari Dokter Tanpa Perbatasan.

Perilaku badan-badan bantuan itu dikecam keras beberapa surat kabar milik etnis Albania yang terbit di Pristina, ibukota Kosovo. Beberapa reporter mampu masuk ke Drenica, di hari-hari pertama setelah pembantaian, kendati daerah itu ditutup. “Ini menggangu kami, sebagai etnis Albania,” ujar seorang reporter surat kabar independen Koha Ditore. “Kami mempertaruhkan jiwa kesana guna mendapat berita. Saya tak melihat para pekerja kemanusiaan itu melakukan hal yang sama.”

Ketika Serbia menolak tuntutan agar para mayat korban pembantaian itu diotopsi, kalangan pemerintah dan bantuan kemanusiaan asing juga gigih menentang. Padahal otopsi akan menyingkap jelas fakta pembantaian.

Menghadapi “konspirasi” seperti itu, nampaknya tak ada jalan lain bagi warga Kosovo, selain mengikuti cara Muslim Bosnia membela diri: Lawan Serbia dengan senjata. Muslim Bosnia dulu juga memulai dengan senjata ala kadarnya, tapi kemudian berhasil. Dan Tentara Pembebasan Kosovo yang menurut polisi telah dihancurkan, sudah mengeluarkan pernyataan untuk terus melancarkan perang kemerdekaan. Mereka berseru pada seluruh bangsa Albania agar bergabung dalam peperangan suci ini.

Mansyur Alkatiri

By mansyur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *