Mohammad Khatami: Demokrat dari Negeri Mullah
Oleh: Mansyur Alkatiri
Dari: Majalah UMMAT, No. 25 Thn. III/ 5 Januari 1998
Edisi Khusus Akhir Tahun 1997
Mohammad Khatami menjadi presiden karena pesan perubahan politik. Tapi kendala besar menghadangnya
Mohammad Khatami adalah figur langka di Iran. Di tengah kehidupan politik yang cenderung mencurigai pemikiran yang ‘berbeda’, Mullah Khatami (54) berani menjanjikan kebebasan berpendapat dan pilihan politik pada rakyatnya. Di tengah upaya kubu konservatif memperketat penerapan norma-norma agama, Khatami malah menjanjikan toleransi.
Tapi janji-janji itulah yang mengantarkan Khatami ke kursi presiden Mei silam. Ia tak dinyana-nyana mengalahkan saingan terberatnya, Ali Akbar Nateq-Noori, ketua parlemen dari kubu konservatif. Kemenangannya yang telak, menggambarkan dukungan besar rakyat Iran pada pesan perubahan politik yang dibawanya. Dukungan juga terlihat dari tingkat partisipasi pemilih, terbesar pasca revolusi. Mereka itu umumnya kaum muda, wanita dan intelektual, yang memimpikan ruang bergerak yang lebih luas.
Lantas bagaimana nasib janji-janji itu setelah lima bulan memerintah? Seperti sudah diduga, banyak kendala menghadangnya. Janji perubahan itu membentur sistem politik Iran. Meski Khatami seorang presiden, penentu tertinggi bukanlah dirinya, tapi di tangan sang Rakhbar Ayatollah Ali Khamanei yang konservatif dan anti-Barat.
Parlemen dan jajaran birokrasi masih dikuasai kaum konservatif. Aktivitas pemuda radikal juga tetap dominan. Khatami tampak sulit keluar dari jepitan ini. Maka ia tak bisa membantu ketika intelektual kondang, Soroush, yang dituduh liberal, dilarang berceramah di universitas. Ia juga tak berkomentar banyak melihat reaksi ganas kaum konservatif dan radikal pada Ayatollah Hossein Montazeri yang mengkritik kepemimpinan Ali Khamanei November silam.
Berbeda dengan di dalam negeri, Mohammad Khatami sukses mengangkat Iran di forum internasional. Ia mulai menampilkan wajah Iran yang lebih damai dan toleran. Buah usahanya itu bisa dilihat dari sukses Iran menjadi tuan rumah KKT OKI 9-11 Desember. Tak ada negara yang memboikot. Belasan negara bahkan dipimpin langsung kepala negaranya, termasuk negara-negara Teluk sekutu dekat AS seperti Kuwait, Bahrain dan Qatar.
Tak hanya itu sukses Khatami. Di forum yang sama ia melontarkan ajakan berdialog dengan Amerika Serikat. Ajakan itu segera mendapat simpati besar dunia. Sebaliknya, membuat Washington rikuh.
Di satu sisi, AS akan kian tak populer di Dunia Islam bila menolak ajakan rekonsiliasi mullah moderat itu. Apalagi Pangeran Abdullah dari Arab Saudi -sekutu dekat AS- mau menjadi penengah. Tapi jika menerima, itu akan membawa konsekwensi besar dalam kebijakan luar negerinya. Di saat Washington memerlukan ‘musuh’ sebagai ‘sarana pemersatu’ di dalam negeri, berbaikan dengan Iran tentu bukan pilihan mudah.
Berbeda dengan sikap Washington, Khatami disambut antusias di negara-negara Arab. Termasuk negara-negara Teluk yang selama ini merasa paling ‘terancam’ oleh kekuatan tetangganya itu. Janji Khatami setelah menang pemilu bahwa dia akan memprioritaskan perbaikan hubungan dengan negara-negara Arab, membuat mereka rela Iran memimpin OKI.
Toleransinya terhadap sisi-sisi masyarakat di luar mainstream, nampak betul ketika ia menjabat Menteri Kebudayaan dan Bimbingan Islam selama 11 tahun. Khatami membantu perkembangan sinema Iran pasca-revolusi. Ia melonggarkan pembatasan atas buku-buku dan jurnal. Tapi langkahnya itu membuat murka kubu konservatif. Khatami pun dipaksa turun pada 1992.
Lahir di kota Ardaban, Khatami memang figur demokrat sejati. Suatu hari di bulan November 1996, Khatami kedatangan seorang teman yang membujuknya turut dalam pemilihan presiden. Teman itu kaget melihat sang mullah tengah menerjemahkan risalah klasik de Tocqueville mengenai demokrasi Amerika. “Terlepas dari kelakuan Amerika pada Iran, terus terang demokrasi itu sangat penting untuk merealisasikan potensi manusia.” Khatemi tak melihat demokrasi bertentangan dengan Islam.
Di tengah arus perubahan yang melanda dunia dewasa ini, Iran memang memerlukan Mohammad Khatami. Keluwesan berpolitik Khatami akan menjadi kunci bagi negeri itu keluar dari isolasi internasional. Dan itu akan berdampak pula pada kondisi ekonomi negara yang merosot drastis tahun-tahun terakhir ini. Tapi apakah dia akan berhasil? Jawabannya terletak pada kesediaan semua pihak di Iran memberinya kesempatan merealisasikan program-programnya. Wallahu a’lam.