Berebut Sepatu Emas
Oleh: Mansyur Alkatiri
Dimuat di: Majalah UMMAT, No. 52 Thn. III/ 20 Juli 1998
Empat pemain berpeluang menjadi top scorer. Ronaldo hadapi kesulitan besar
Cita-cita Ronaldo untuk melampaui rekor Just Fontaine punah sudah. Sampai menjelang final, pemain terbaik dunia 1997-1998 itu baru mengantongi 4 gol. Mustahil memecahkan rekor Fontaine (Perancis) yang di Piala Dunia Swedia 1958, membuat 13 gol.
Harapan tersisa bagi Ronaldo kini hanyalah menjadi top scorer Piala Dunia 1998. Tapi untuk itupun ia sulit meraihnya. Bomber Inter Milan itu harus mencetak lebih dari satu gol di pertandingan final melawan Perancis, Minggu (12/7). Tapi itupun masih tergantung pada Davor Suker, striker Kroasia, yang sehari sebelumnya bertarung melawan Belanda untuk memperebutkan juara ketiga. Peluang Suker lebih besar karena telah mencetak lima gol.
Davor Suker bersama Gabriel Omar Batistuta (Argentina) dan Christian Vieri (Italia) sementara menempati bersama urutan teratas daftar pencetak gol dengan lima gol. Tapi berbeda dengan Batistuta dan Vieri yang laju timnya sudah terhenti, Suker dan Ronaldo masih bisa menambah gol di final dan perebutan juara ketiga. Sudah menjadi tradisi FIFA, pencetak gol terbanyak akan dihadiahi sepatu emas. Tahun lalu Romario yang merebutnya.
Terlepas dari masih mandulnya Ronaldo, rekor fantastis yang diciptakan Fontaine 40 tahun lalu itu nampaknya memang sulit digapai oleh pemain sepakbola moderen. Sepakbola moderen tidak memungkinkan permainan amat terbuka seperti masa lalu. Seorang penyerang berbahaya pasti akan dikawal khusus, bahkan kadang oleh dua atau tiga pemain sekaligus. Akibatnya ia tak mudah membuat gol.
Kenyataan ini diakui oleh Just Fontaine. “Kami dimasa lalu punya lebih banyak ruang dan kebebasan dalam bermain,” ujarnya. “Para penyerang saat ini harus bekerja bagi tim, harus bermain lebih kedalam, untuk menciptakan gol dan mendukung pemain lainnya.” “Karena itu, keliru untuk membandingkan saya dengan pemain sekarang,” tambah pemain kelahiran Maroko itu.
Sukerman Jenius
Ketatnya pengawalan lawan itulah yang menghalangi Ronaldo (21) berpesta gol. “Ronaldo pemain terbaik dunia. Wajar jika selalu dijaga lawan,” ujar rekannya, Rivaldo. Di tiga pertandingan putaran pertama, Ronaldo cuma mencetak satu gol. Striker berjulukan Sang Fenomena ini membaik penampilannya di babak-babak berikutnya, dengan mencetak dua gol ke gawang Cile dan satu gol ke gawang Belanda.
Pemain kelahiran Bento Ribeiro, 22 September 1976, ini menyalahkan kurangnya suplai dari pemain tengah. Pemain legendaris Pele membenarkan keluhan bintang muda itu. “Kalau saya pelatihnya, saya akan menggusur Dunga atau Cesar Sampaio untuk memberi tempat bagi Denilson,” katanya. Denilson sangat kreatif membantu serangan. Sayang pelatih Mario Zagallo hanya memainkan Denilson sebagai cadangan.
Akibat lawan ketat mengawal dan kurangnya suplai bola baginya, Ronaldo sering mencari bola sendiri sampai ke dalam. Ia lalu justeru berbalik menjadi penyuplai bola matang bagi Rivaldo dan Bebeto. Gol-gol kedua pemain itu umumnya lahir dari assist matangnya.
Bagi Davor Suker, kesempatan pertama tampil di Piala Dunia sangat mengesankan. Ia berperan besar membawa Kroasia lolos ke semi final, diantaranya dengan menghancurkan Jerman 3 – 0. Salah satu aksi individunya telah mempermalukan Tim Panser itu, karena membuat kiper Jerman Andreas Koepke memungut bola dari jalanya untuk yang ketiga kali.
“Dia penyerang kelas dunia dan sangat sulit dikawal. Ia bisa tiba-tiba menghilang dari pengawasan dan kemudian ada di depan gawang kita,” puji Peter Schmeichel (Denmark), salah satu kiper terhebat dunia saat ini.
Penyerang jenius kelahiran Osijek, 1 Januari 1968 ini bermain untuk klub raksasa Spanyol Real Madrid. Jika mampu menjadi top skorer di Perancis, “Sukerman” akan mencatat sejarah baru, setelah sebelumnya mampu menjadi top skorer di Piala Dunia Yunior 1987, mewakili Yugoslavia.
Seandainya Argentina dan Italia tidak kandas di perempat final, Gabriel Batistuta atau Christian Vieri lebih berpeluang sebagai pencetak gol terbanyak. Batistuta yang lahir di Reconquista, 1 Februari 1969 ini sempat membuat hatrick saat timnya mencukur Jamaika 5 – 0.
Batistuta juga mencatat sejarah, dengan menjadi orang keempat yang mampu membuat hatrick lebih dari sekali di Piala Dunia. Sebelumnya adalah Sandor Kocsic (Hongaria, Piala Dunia 1954), Just Fontaine (1958) dan Gerd Muller (Jerbar, 1970). Pada PD 1994, Batistuta juga mencetak hatrick ketika Argentina menggunduli Yunani 4 – 0.
Berbeda dengan Batistuta, Christian Vieri (24) awalnya kurang diperhitungkan. Namun ia mengubah segala pandangan dengan hampir mencetak gol disetiap pertandingan. Mantan pemain Juventus yang kini main di Atletico Madrid adalah juga pencetak gol terbanyak Liga Spanyol musim kompetisi 1997/98.
Jadi siapa beruntung merebut sepatu emas?