Oleh MANSYUR ALKATIRI

Majalah UMMAT Thn. II No. 4, 19 Agustus 1996 / 4 Rabiul Akhir 1417 H

Konflik konstitusional merebak di tengah konflik bersenjata.

AKTIVIS GIA. Terus melawan

Bagai perwira menang perang, Presiden Liamine Zeroual menyatakan perang saudara telah berakhir di Aljazair. Kini, yang ada hanyalah sisa-sisa terorisme. Zeroual berusaha meyakinkan rakyatnya dan negara-negara asing bahwa pemerintahannya telah menguasai keadaan dan kelompok oposan Muslim bersenjata sudah dikalahkan. “Tahun 1996 akan menjadi titik balik dalam kehidupan politik dan ekonomi negara kita,” katanya di depan kabinet Maret lalu. Benarkah?

Memang, aksi-aksi kekerasan telah berkurang dibanding tahun 1994 dan 1995. Pusat kota Aljir kini relatif aman. Tapi, kalangan diplomat asing di sana meragukannya. “Tak ada yang diselesaikan, baik secara politis atau militer,” ujar seorang pejabat tinggi Perancis seperti dikutip surat kabar AS, The Washington Post. Beberapa serangan dan pembunuhan dalam dua bulan terakhir di luar Aljir membenarkan pesimisme tersebut. Jumlah korban tewas naik kembali, paling sedikit 100 orang per minggu, padahal jumlah itu sempat menurun selama pasca-pemilu.

Selama setahun ini, pasukan keamanan berusaha menunjukkan bahwa oposan bersenjata telah dihancurkan. Nyatanya, GIA terus beraksi sejak militer membatalkan pemilu 1991 yang dipastikan dimenangkan Front Penyelamatan Islam (FIS). Jumlah korban tewas mencapai sekitar 50.000 jiwa.

Perselisihan

Di tengah konflik, Angkatan Bersenjata dan GIA juga dilanda perselisihan internal. Tokoh-tokoh GIA yang mengecam pembunuhan atas 7 pastor Perancis Mei lalu, akhirnya memecat Djamel Zitouni sebagai ketua kelompok itu. “Akibat sifat keras dan kejamnya selama 2 tahun memimpin, ia punya banyak musuh dalam gerakan itu sendiri,” kata Antoine Basbous, direktur Observatory of Arab Countries di Paris, pada kantor berita Associated Press.

Disamping itu, GIA dimusuhi pula oleh FIS dan kelompok bersenjata baru, Gerakan Islam. Zitouni sendiri tewas oleh serangan militer pada 16 Juli di kota Medea. Komando GIA kini dipegang oleh Antar Zoubri, bekas letnan dalam AB Aljazair.

Perselisihan di kalangan militer memang tak begitu terlihat. Tapi, bukan berarti tidak ada. Pertentangan terjadi antara para “eradicators” (pembasmi) seperti Jenderal Abdel Meguid Lamari, kepala staf AB, dan mereka yang cenderung berkompromi.

Konstitusi Baru

Negara-negara Barat dan lembaga keuangan dunia juga turut membantu kelangsungan rezim dukungan militer ini. Pemerintah bisa bertahan hidup akibat bantuan ekonomi miliaran dolar dari Perancis, Uni Eropa, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Mereka menjadwal ulang lebih dari 20 miliar dolar utang luar negeri Aljazair. Belum lagi miliaran dolar yang ditanamkan British Petrolium, Arco, Total dan perusahaan-perusahaan gas dan minyak lainnya.

Bantuan tersebut meningkatkan posisi tawar-menawar pemerintah terhadap oposisi. Zeroual pun memperkeras sikap. Padahal, oposisi yang memboikot pemilu, melihat peluang perdamaian setelah terpilihnya Zeroual.

PEMIMPIN FIS ABBAS MADANI (kanan) DAN ALI BELHADJ (kiri). Korban muslihat rezim militer Aljazair

Iklim baik berubah drastis terjadi sejak April lalu, ketika Zeroual tidak menyertakan pemimpin FIS dalam perundingan tentang masa depan politik Aljazair. Abbas Madani, ketua FIS yang tengah dipenjara, menuduh Zeroual mengingkari janjinya yang disampaikan melalui Jendral Mohamed Betchine bahwa ia bisa turut serta dalam perundingan.

Zeroual bertemu dengan sekitar 100 politisi dan mengusulkan perubahan konstitusi serta pemilu parlemen tahun depan. Zeroual ingin memperdebatkannya dalam konferensi nasional bulan depan sebelum dibawa ke referendum tahun ini.

Rancangan usulan meliputi pembentukan parlemen dua mejelis guna mencegah kelompok Islam memperoleh mayoritas. Diusulkan pula, masa jabatan presiden hanya satu periode, yakni 5 tahun.

Lebih kontroversial lagi, Zeroual juga ingin melarang setiap partai menggunakan identitas Islam, Arab dan Berber demi tujuan-tujuan politik. Bukan hanya FIS yang “tertembak”, juga Hamas, yang lebih moderat. Ketua Hamas, Syaikh Mahfudz Nahnah, berada di urutan kedua dalam pemilihan presiden lalu.

Secara teoritis, ketentuan itu juga akan mengena pada dua partai minoritas Berber yang saling bersaing: partai oposisi Socialist Forces Front (FFS) pimpinan Hocine Ait Ahmed dan Rally for Culture and Democracy (RCD) pimpinan Said Saadi yang pro pemerintah. Kedua partai

menentang usulan perubahan konstitusional Zeroual, yang mereka sebut blueprint bagi “pelembagaan kediktatoran”.

Front Pembebasan Nasional (FLN), yang memerintah Aljazair hampir 30 tahun setelah merdeka dari Perancis, turut bergabung dengan partai-partai utama mencela rancangan tersebut.* (Mansyur Alkatiri)

BACA JUGA:
Upaya India Habisi Pemimpin Kashmir
Boris Yeltsin Membantai Muslim Chechnya
Taruhan Politik Rezim Zeroual

By mansyur

One thought on “Aljazair, Menembak Oposisi dengan Konstitusi”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *