Oleh MANSYUR ALKATIRI

Majalah UMMAT Tahun I No. 18, 4 Maret 1996 / 14 Syawal 1416 H

Dimana-mana Muslim melaksanakan ibadah puasa. Masjid penuh dengan jamaah tarawih.

Suasana Shalat Tarawih di sebuah masjid di kota Oslo, Norwegia.

Dari pelataran sebuah masjid di Hanoi, ibukota Vietnam, Doan Hong Cuong (42) memperhatikan orang-orang yang sedang santai merokok dan makan mie di kedai kaki lima. Pemandangan tersebut agaknya sedikit mengganggu kekhusyukan puasanya di bulan Ramadhan ini. Sekali-kali wajahnya berkerut, merenungkan betapa sulitnya menjadi seorang Muslim Vietnam. “Cukup sulit mengikuti perintah puasa secara khusyu dalam masyarakat yang jumlah musliminnya sangat kecil,” ujar Cuong yang tengah berpuasa pada Robert Templer dari kantor berita AFP.

Cuong adalah takmir di Masjid An-Noor, masjid kecil bercat hijau putih yang bangunannya campuran arsitektur Islam dan Perancis. Masjid tersebut berdiri damai di sebuah jalan yang dipadati para penjual peralatan dapur terbuat dari aluminium.

Selama bulan Ramadhan, masjid yang dibangun oleh saudagar-saudagar India pada 1903 ini ramai dikunjungi muslimin untuk berbuka puasa dan shalat tarawih. Padahal sebelumnya pernah dilarang digunakan oleh penguasa komunis Vietnam. Kini, seiring dengan udara keterbukaan yang berhembus di Hanoi, masjid An-Noor kembali menjadi pusat kehidupan agama kaum muslimin. Para diplomat dari negara-negara Muslim juga melakukan shalat Jum’at disini.

Doan Hong Cuong, anak dari seorang warga keturunan India dan ibu asli Vietnam, adalah segelintir Muslim yang masih bertahan di Hanoi. Kebanyakan Muslim lainnya melarikan diri dari negeri ini setelah kaum komunis mengambil alih kekuasan di tahun 1954. Eksodus ini berulang di bagian selatan Vietnam setelah kaum komunis dari Vietnam Utara merebut kota Saigon, ibu kota Vietnam Selatan.

Namun Cuong yang hanya bisa bercakap dalam bahasa Vietnam memilih tetap tinggal di Hanoi, meskipun ia punya keluarga di Perancis dan Pakistan. Ia menikah dengan gadis Vietnam yang masuk Islam. Cuong mencari nafkah sebagai penjual peralatan memasak dan penyembelih ternak bagi warga Muslim.

“Ramadhan di negeri kami tak berbeda dengan negara-negara lain,” kata Abdul Rashid, seorang Muslim warga negara Norwegia, pada Habib Shaikh dari Arab News.

“Namun, keindahan alam khas Norwegia seperti fjords, matahari di tengah malam, membuat kami makin menyadari keajaiban alam dan keberadaan Tuhan beserta segenap karunia-Nya,” tambahnya. Di kota Oslo, ada 8 Islamic Center dan 60.000 muslim.

Selama musim panas, warga Norwegia harus berpuasa 19 sampai 20 jam sehari. Namun bila Ramadhan jatuh di musim dingin, seperti sekarang ini, puasa tak terlalu lama, cuma sekitar sepuluh jam.

Di Xinjiang, negara Muslim yang kini berada dalam pendudukan China, lama waktu puasa berkisar antara 16-18 jam di musim panas dan 10-12 jam di musim dingin. Warga Muslim di Xinjiang sekarang berjumlah 8 juta jiwa. Mayoritasnya bangsa Uyghur, sekitar 7,5 juta jiwa. Sisanya muslim Kyrgiz, Uzbek, Kazakh, Tatar, Hui, Sala dan Doxing. Selama bulan Ramadhan, ribuan masjid disini senantiasa dipenuhi kaum muslimin yang berbuka puasa bersama dan shalat tarawih.

Menurut Muzaffar Majid, konsul Republik Rakyat China di Jeddah yang asli Xinjiang, awal bulan puasa diumumkan oleh lembaga-lembga Islam. Setiap petang, anak-anak dengan membawa lilin, mendatangi rumah-rumah warga Muslim sambil mengucapkan “Selamat puasa Ramadhan. Berilah sedekah pada orang-orang miskin.” Mereka mengumpulkan uang dan makanan dari orang-orang mampu dan membaginya pada warga yang miskin dan membutuhkan.

Keluarga dan sahabat berbuka puasa bersama. “Bangsa Uyghur punya makanan-makanan lezat seperti pulav, lahman dan manta, yang terbuat dari daging, bawang dan gandum,” ujar Majid. “Ada pula chinchina, kue kecil yang membangkitkan selera makan. Atau goshnan yang mirip sandwich daging kambing dan banshira, daging kambing yang direbus dengan gandum, bawang dan merica.” tambahnya.

Di Uzbekistan, yang baru empat tahun merdeka dari Rusia, suasana puasa kini mulai terasa. Dulu di jaman kekuasaan komunis Sovyet, hanya orang-orang tua yang melaksanakan puasa. Namun sebagaimana dikatakan Azamjan Rakhmanov, konsul jendral Uzbekistan di Jeddah, sekarang rakyat dari semua lapisan usia melaksanakan ibadah puasa.

“Berkat dakwah, anak-anak muda itu kini menyadari bahwa puasa bukan saja kewajiban agama namun juga baik bagi kesehatan,” lanjut Rakhmanov. Ada sekitar 5.000 masjid di Uzbekistan, negeri yang terkenal dengan kelezatan makanannya seperti nasi bukhari, shorb, dan sambosa.* (MA)

By mansyur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *