Oleh MANSYUR ALKATIRI
Majalah UMMAT Thn. I No. 06, 18 September 1995 / 22 Rabiul Akhir 1416 H
Arafat tak mampu kendalikan rakyatnya. Sebagian warga Palestina kini malah menuduhnya sebagai kepanjangan tangan Israel.
Jerusalem kembali terguncang oleh aksi Gerakan Perlawanan Islam Hamas. Bus besar yang sarat penumpang hancur berkeping-keping akibat aksi bom bunuh diri seorang gadis anggota Brigade Ezzedin al-Qassam, sayap militer Hamas, Senin (21/8) lalu. Lima penumpang tewas seketika dan 101 orang cedera. Serangan ini menandai peringatan peristiwa pembakaran Mesjid Al-Aqsa, 21 Agustus 1969.
Yitzhak Rabin, perdana menteri Israel, dan Yaser Arafat, ketua Otoritas Nasional Palestina, mengutuk keras aksi pemboman ini. Keduanya sama menggunakan kata ‘teroris’ dalam menyebut si pelaku. Padahal, oleh rakyat Palestina, para pelaku serangan terhadap Israel dianggap sebagai pahlawan. Arafat pun dikecam. “Setiap kali Arafat menggunakan kata ‘teroris’ terhadap orang Palestina yang berjuang melawan pendudukan Israel, dia dan pemerintahnya akan makin tak populer di mata rakyat”, ujar Dr. Mahmoud Zahar, pemimpin Hamas.
Pamor Turun
Kedudukan Yaser Arafat memang pelik. Sebagai Kepala Otoritas Palestina, Arafat harus menjaga ketertiban di wilayah tugasnya. Akibatnya, ia harus berhadapan dengan kelompok-kelompok Palestina yang menolak perjanjian damai PLO-Israel, terutama Hamas dan Jihad Islam. Padahal kedua kelompok Islam inilah yang paling banyak berbuat melawan pendudukan Israel. Dukungan rakyat bagi Hamas amat besar di Jalur Gaza. Sejak penandatanganan perjanjian damai di Washington, September 1993, sudah ratusan orang Israel tewas di tangan mereka.
Bentrokan antara polisi Palestina dan Hamas kerap terjadi. Arafat tak segan menggunakan kekerasan guna meredam lawan-lawannya. Setelah aksi pembomam yang menewaskan 7 tentara Israel beberapa waktu lalu, polisi Palestina menahan sekitar 300 anggota Hamas.
Polisi dan agen rahasia Palestina banyak menangkapi kaum oposan Palestina. Ironisnya, operasi itu kadang dilakukan bekerjasama dengan polisi Israel. “PLO sekarang menggunakan cara yang sama dengan Israel”, ujar Mahmoud Zahar.
Dengan didukung penuh oleh Israel dan Amerika Serikat, Otoritas Palestina juga mendirikan pengadilan keamanan negara yang kontroversial. Para oposan Arafat diadili secara kilat. Sayid Salim Abu Musamih, misalnya. Pemimpin redaksi surat kabar /Al-Watan/ itu, Mei lalu, ditahan sebelum tengah hari dan dijatuhi hukuman 2 tahun penjara sebelum fajar esok harinya. Sebelumnya, 4 anak dari desa Beit Hanum, Gaza, dijatuhi hukuman penjara 6 bulan, tak sampai 24 jam setelah ditahan. Mereka dituduh mau membakar hasil panen warga Israel. Tak ada pembela bagi keempat anak ini. Puluhan warga Palestina lainnya mengalami nasib serupa.
Raji Sourani, direktur eksekutif Gaza Center for Rights and Law, mengkritik keras kebijakan penahanan kolektif dan pendirian pengadilan itu. Akibatnya, ia dipecat oleh dewan direksi lembaga ini. Pemecatan Sourani memancing kecaman dari kaum aktifis hak-hak asasi Palestina. “Pemerintah Arafat tak suka apa yang kami kerjakan disini,” kata Sourani. Arafat juga membredel beberapa surat kabar Palestina yang tak sepaham dengannya.
Sikap keras di atas pada akhirnya menjadi bumerang bagi Arafat. Popularitasnya menurun di mata rakyat Palestina. Kegagalan faksi al-Fatah mengalahkan Hamas, dalam pemilu mahasiswa di Universitas An-Najah, lembaga pendidikan Palestina terbesar di Tepi Barat, bisa menjadi bukti. Sebelum ini Fatah selalu menang telak.
Bahkan Edward Said pun, pakar asal Palestina di Universitas Columbia (AS), turut memandang sinis Arafat. “Rabin telah menggunakan Arafat sebagai gubernur militernya. Ini bukan perundingan. Israel mendikte Otoritas Palestina yang tak bisa dipercaya itu,” katanya seperti dikutip Impact International. (Mansyur Alkatiri)
BACA JUGA:
Damai di Tajikistan?
Imam Muslim Tentara Amerika
Sandiwara Damai PBB di Bosnia
[…] Arafat, isteri pemimpin PLO Yasser Arafat, ingin punya anak lagi. Ia berharap bisa memberi adik bagi Zahwa, anak perempuannya yang baru […]