Antara Damai dan Perang

Oleh Mansyur Alkatiri

Majalah UMMAT Thn. I No. 03, 7 Agustus 1995 / 10 Rabiul Awal 1416 H

Mindanao tetap menyimpan bara. Ramos sulit menerima semua tuntutan Misuari. Militansi bangsa Moro pun kian menguat

Perundingan mengenai status Mindanao terus bergulir. Tapi bukan berarti ketegangan telah berakhir. Pemerintah Manila masih tak mau memenuhi syarat Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF), yaitu otonomi bagi 12 propinsi di Mindanao dan pulau Palawan, wilayah selatan Filipina yang mayoritas beragama Islam.

Dalam Perjanjian Tripoli 1976, Manila sebetulnya telah menyetujui status otonomi tersebut. Namun penguasa Manila, baik Marcos, Aquino, maupun Fidel Ramos, selalu ingkar.

Bulan depan perundingan akan digelar kembali di Jakarta. Pembicaraan akan berkisar pada masalah pembagian pendapatan antara pemerintah pusat Manila dengan pemerintah propinsi otonomi, penyerapan kader-kader MNLF ke dalam militer Filipina, pelaksanaan hukum syariah, dan plebisit dalam pmerintahan otonomi. Ketua MNLF, Nur Misuari, tengah mendapat tekanan untuk memberi konsesi pada Manila.

Sembari berunding, gerilyawan Moro tetap siaga menghadapi segala kemungkinan, termasuk perang saudara kembali. Pasukan pemerintah Manila bahkan sudah bergerak menghantam beberapa basis gerilyawan. Peperangan baru memang sedang menghantui kawasan ini.

Gerilyawan Moro sendiri tidak berada dalam satu kubu. Selain MNLF, ada kelompok Front Pembebasan Islam Moro (MILF) yang terus membangun kekuatan. MILF yang memisahkan diri dari MNLF pada 1978 diketuai oleh Hashim Salamat. MILF lebih relijius dibanding MNLF. Ada pula sebuah faksi kecil lain yang lebih radikal, Abu Sayaff, yang muncul pertama kali pada 1992. Faksi ini dipimpin Abdulrajak Janjalani.

MILF tidak diajak berunding oleh Manila. Selama ini Manila hanya mau berdialog dengan Nur Misuari, komandan MNLF. Ini dimanfaatkan oleh MILF untuk berkonsentrasi membangun kekuatan militer. Terutama terpusat di Kamp Abubakar, di perbatasan Propinsi Maguindanao dan Lanao del Norte, hanya 10 kilometer dari markas Polisi Nasional Filipina.

Kalangan intelijen militer mengingatkan kemungkinan ofensif MILF bila perundingan antara Manila da MNLF gagal. MNLF sendiri bisa kembali keras karena para pejuang mudanya kini banyak menduduki posisi penting di tubuh kelompok ini. Mereka lebih militan dan ingin menjadikan Moro sebagai negara merdeka, terlepas dari Manila. Bagi mreka, status otonomi sama saja artinya dengan penyerahan diri. Sikap ini sama dengan MILF yang mencita-citakan sebuah negara Moro merdeka berdasarkan syariah Islam.

Pertanyaan yang tersisa adalah, apakah perundingan nantinya bisa mendatangkan  perdamaian? Seorang anggota MNLF hanya mampu berkata, “Insya Allah.” Namun kenyataan di lapangan sulit ditebak. Rasa pesimis dan sinis masih tebal di Mindanao.*   

By mansyur

3 thoughts on “Mindanao Terus Menyimpan Bara”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *